Jumat, 12 Juni 2015

21. SECONDPRINCE MENGKABURKAN MAKNA RAFIDHAH TERHADAP PERAWI BUKHARI

SP menulis : (dengan sedikit peringkasan dari kami)

Salah satu isu yang sering dilontarkan penganut Syi’ah terhadap Ahlus Sunnah adalah ulama Ahlus Sunnah diantaranya Imam Bukhariy juga meriwayatkan dari perawi Syi’ah.

Dan jawaban dari sebagian Ahlus Sunnah biasanya berupa bantahan yaitu Imam Bukhariy memang meriwayatkan dari Syi’ah tetapi Syi’ah yang dimaksud bukan Syi’ah Rafidhah tetapi Syi’ah dalam arti lebih mengutamakan Aliy bin Abi Thalib dari Utsman atau sahabat lainnya, Syi’ah yang tetap memuliakan para sahabat bukan seperti Syi’ah Rafidhah yang mencela para sahabat. Salah satu bantahan yang dimaksud dapat para pembaca lihat disini.

Benarkah demikian?. Tentu saja cara sederhana untuk membuktikan hal itu adalah tinggal menunjukkan adakah perawi Bukhariy yang dikatakan Rafidhah atau dituduh Syiah yang mencela sahabat Nabi. Akan diambil beberapa perawi Bukhariy sebagai contoh yaitu :
  1. ‘Abdul Malik bin A’yan Al Kuufiy (Sufyaan berkata : telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Malik bin A’yan, seorang syi’ah ia di sisi kami rafidhah shaahib ra’yu)
  2. ‘Abbaad bin Ya’qub Ar Rawajiniy.
    Ibnu Hibban dalam kitabnya Al Majruuhin 2/163 no 794 [tahqiiq Hamdiy bin ‘Abdul Majiid] menyatakan dengan jelas bahwa ia rafidhah.
    ‘Abbaad bin Ya’qub Ar Rawaajiniy Abu Sa’iid termasuk penduduk Kuufah, meriwayatkan dari Syariik, telah meriwayatkan darinya guru-guru kami, wafat pada tahun 250 H di bulan syawal, ia seorang Rafidhah yang mengajak ke paham rafadh, dan bersamaan dengan itu ia meriwayatkan hadis-hadis mungkar dari para perawi masyhur maka selayaknya ditinggalkan
  3. Auf bin Abi Jamiilah Al Arabiy
    Ibnu Hajar menyebutkan salah satu perawi Bukhariy dalam Taqrib At Tahdzib hal 757 no 5250 [tahqiiq Abul ‘Asybal Al Baakistaaniy] :
    [perawi kutubus sittah] Auf bin Abi Jamiilah [dengan fathah pada huruf jiim] Al A’rabiy, Al ‘Abdiy, Al Bashriy, seorang yang tsiqat dituduh dengan faham qadariy dan tasyayyu’ termasuk thabaqat keenam wafat pada tahun 146 atau 147 H pada umur 86 tahun.
    Bagaimanakah tuduhan tasyayyu’ yang dimaksud?. Adz Dzahabiy menukil dalam kitabnya Mizan Al I’tidal 5/368 no 6536 [tahqiq Syaikh ‘Aliy Al Mu’awwadh, Syaikh ‘Adil Ahmad dan Ustadz Dr ‘Abdul Fattah] :
    Muhammad bin ‘Abdullah Al Anshaariy berkata aku melihat Dawud bin Abi Hind memukul Auf Al Arabiy dan mengatakan “celaka engkau wahai qadariy”. Dan Bundaar berkata dan ia membacakan kepada mereka hadis Auf “demi Allah sungguh Auf seorang qadariy rafidhah syaithan”
  4. Aliy bin Ja’d Al Baghdadiy .
    Ibnu Hajar menyebutkan salah satu perawi Bukhariy dalam Taqrib At Tahdzib hal 691 no 4732 [tahqiiq Abul ‘Asybal Al Baakistaaniy]:
    [perawi Bukhariy dan Abu Dawud] Aliy bin Ja’d bin Ubaid Al Jauhariy, Al Baghdadiy seorang tsiqat tsabit dituduh dengan tasyyayyu’, termasuk thabaqat kesembilan dari kalangan sighar, wafat pada tahun 230 H
    Aliy bin Ja’d termasuk salah satu guru Bukhariy, tidak ada yang menuduhnya rafidhah tetapi ia pernah menyatakan Mu’awiyah mati tidak dalam agama islam. Dalam Masa’il Ahmad bin Hanbal riwayat Ishaaq bin Ibrahim bin Haani’ An Naisaburiy 2/154 no 1866 [tahqiiq Zuhair Asy Syaawiisy], ia [Ishaaq] berkata :
    Dan aku mendengar Abu ‘Abdullah [Ahmad bin Hanbal], telah berkata kepadanya Dalluwaih “aku mendengar Aliy bin Ja’d mengatakan demi Allah, Mu’awiyah mati tidak dalam agama islam”
Ulasan Singkat
Fakta-fakta di atas adalah bukti yang cukup untuk membatalkan pernyataan bahwa Bukhariy tidak mengambil hadis dari perawi Rafidhah atau perawi Syi’ah yang mencela sahabat.
Yang kami sajikan disini hanyalah apa yang tertera dan ternukil dalam kitab Rijal Ahlus Sunnah, kami sendiri pada akhirnya [setelah mempelajari lebih dalam] memutuskan untuk tidak mempermasalahkan hal ini. Pengalaman kami dalam menelaah kitab Rijal menunjukkan bahwa perawi dengan mazhab menyimpang [di sisi ahlus sunnah] seperti khawarij, syiah, qadariy, bahkan nashibiy tetap ada yang dikatakan tsiqat atau shaduq sehingga mazhab-mazhab menyimpang tersebut tidak otomatis menjadi hujjah yang membatalkan keadilan perawi.

Hal ini adalah fenomena yang sudah dikenal dalam mazhab Ahlus Sunnah dan tidak ada yang bisa diperbuat dengan itu, memang kalau dipikirkan secara kritis bisa saja dipermasalahkan [sebagaimana kami dulu pernah mempermasalahkannya] tetapi sekeras apapun dipikirkan tidak akan ada solusinya, tidak ada gunanya berkutat pada masalah yang tidak ada solusinya. Lebih baik menerima kenyataan bahwa memang begitulah adanya.
  1. Silakan dipikirkan berapa banyak hadis shahih Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang mencela khawarij tetapi tetap saja dalam kitab Rijal ditemukan para perawi yang dikatakan khawarij tetapi tsiqat dan shaduq.
  2. Atau jika ada orang yang mau mengatakan bahwa mencela sahabat dapat menjatuhkan keadilan perawi maka ia akan terbentur dengan para perawi tsiqat dari golongan rafidhah yang mencela sahabat tertentu seperti Utsman dan dari golongan nashibiy yang mencela Aliy bin Abi Thalib.
  3. Bukankah ada hadis shahih bahwa tidak membenci Aliy kecuali munafik tetapi dalam kitab Rijal banyak perawi nashibiy yang tetap dinyatakan tsiqat.
Mungkin akan ada yang berpikir, bisa saja perawi yang dikatakan atau dituduh bermazhab menyimpang [rafidhah, nashibiy, qadariy, khawarij] tidak mesti memang benar seperti yang dituduhkan. Jawabannya ya memang mungkin, tetapi apa gunanya berandai-andai, kalau memang begitu maka silakan dipikirkan bagaimana memastikan tuduhan tersebut benar atau keliru. Dalam kitab Rijal secara umum hanya ternukil ucapan ulama yang menyatakan perawi tertentu sebagai rafidhah, nashibiy, qadariy, khawarij tanpa membawakan bukti atau hujjah. Perkara ini sama halnya dengan pernyataan tautsiq terhadap perawi. Kita tidak memiliki cara untuk membuktikan benarkah ucapan ulama bahwa perawi tertentu tsiqat atau shaduq atau dhaif. Yang bisa dilakukan hanyalah menerimanya atau merajihkan atau mengkompromikan perkataan berbagai ulama tentang perawi tersebut.

Lantas mengapa isu ini dibahas kembali disini?. Isu ini menjadi penting ketika ada sebagian pihak yang mengkafirkan orang-orang Syi’ah maka orang-orang Syi’ah melontarkan syubhat bahwa dalam kitab Ahlus Sunnah termasuk kitab Bukhariy banyak terdapat perawi Syi’ah. Kemudian pihak yang mengkafirkan itu membuat bantahan yang mengandung syubhat pula bahwa perawi Syi’ah dalam kitab Shahih bukanlah Rafidhah. Kami katakan bantahan ini mengandung syubhat karena faktanya terdapat sebagian perawi syiah dalam kitab Shahih yang ternyata dikatakan Rafidhah [contohnya sudah disebutkan di atas].

Selesai tulisan secondprince ......


TANGGAPAN KAMI :

Dari tulisan second diatas, dapat kita lihat alur kronologinya, yaitu : pertama kali Ahlussunnah meng-KAFIR-kan syi'ah, lalu syi'ah membantah bahwa ada dalam riwayat Bukhori para perawi syi'ah sehingga tidak benar bahwa syi'ah itu kafir, lalu dibantah lagi oleh Ahlussunnah bahwa perawi syi'ah dalam Bukhori bukanlah rafidhah, lalu datang secondprince membantah bantahan Ahlussunnah tersebut dengan fakta-fakta yang ada dalam tulisannya di atas.

Di sini perlu diluruskan beberapa hal.

Para ulama salaf membedakan antara syi'ah - syi'ah ghuluw atau disebut juga dengan rafidhah - rafidhah ghuluw - rafidhah super ghuluw.

Hal ini bisa difahami dari penjelasan Ibnu Hajar dlm Muqaddimah Fathul Baarinya (1/459) sbb:

والتشيع محبة عليٍّ وتقديمه على الصحابة. فمن قدمه على أبي بكر وعمر فهو غال في تشيعه، ويطلق عليه رافضي؛ وإلا فشيعي، فإن انضاف إلى ذلك السب أو التصريح بالبغض فغال في الرفض. وإن اعتقد الرجعة إلى الدنيا فأشد في الغلو.


Tasyayyu’ artinya mencintai Ali dan mendahulukannya di atas para sahabat. Barang siapa mendahulukan Ali di atas Abu Bakar dan Umar, maka dia ghuluw dalam tasyayyu’nya, dan disebut juga Rafidhi. Namun bila tidak demikian, maka disebut Syi’i. Bila disamping itu dia juga mencaci dan menyatakan kebenciannya, maka dia ghuluw dalam kerafidhahannya. Dan bila ia meyakini raj’ah (hidup kembalinya para imam utk melampiaskan dendam kpd musuh2-nya), berarti ia lebih ghuluw lagi. 

Dari sini bisa kita simpulkan bahwa perawi yg tergolong syi’ah ada 4 macam:
  1. Syi’ah biasa: yaitu yg sekedar melebihkan Ali di atas para sahabat, tanpa mencaci maki seorang pun dari mereka.
  2. Syi’ah ghuluw/Rafidhah : yaitu yg melebihkan Ali di atas Abu Bakar dan Umar, tanpa mencaci maki mereka berdua.
  3. Rafidhah ghuluw : yaitu yg melebihkan Ali di atas mereka berdua dan mencaci maki mereka berdua.
  4. Rafidhah super ghuluw : yang meyakini Ali akan kembali hidup untuk melampiaskan dendam kpd musuh-musuhnya, seperti Abu Bakar, Umar, Aisyah, dan Hafshah.

Dan yang dikafirkan oleh para ulama adalah RAFIDHAH dengan makna no. 3 dan 4.

Di sini terlihat meng-kabur-an secondprince secara halus, ia meng-generalisir makna syi'ah dan rafidhah, sehingga seakan-akan bahwa syi'ah tidak kafir, sedangkan syi'ah yang ia maksudkan adalah syi'ah yang hidup pada hari ini, padahal syi'ah yang hidup pada hari ini adalah sama dengan syi'ah rafidhah yang ghuluw dan super ghuluw yang hidup pada masa salaf dahulu.

Sehingga ketika para ulama men-jarh perawi dalam Bukhori dan jarh rafidhah, maka yang dimaksud adalah rafidhah dengan makna no.2, yaitu melebihkan Ali atas Abu Bakar dan Umar tanpa mencaci mereka berdua, walaupun shahabat selain mereka tetap mereka caci (misalnya mencaci Utsman, Muawiyah dll).

Nah perawi seperti ini, ketika ada sifat tsiqatnya, maka periwayatannya diterima.

Adapun rafidhah dengan makna no. 3 dan 4, periwayatannya ditolak, dan tidak ada dalam shahih Bukhori perawi yang seperti itu.


2 komentar:

  1. Assalamu'alaikum Wr.Wb.
    Alhamdulillah, akhirnya saya menemukan Situs Ustadz Abu Azif, sehingga Syubhar2 Kotor dari situs si secondprince makin terbuka kebusukkannya.
    Mudah2an Artikel2 bantahannya makin di perluas lagi, karena sangat berguna sekali bagi kami yg aktif di forum2 FB/ Group diskusi dalam membongkar Kesesatan ajaran syi'ah.
    Semoga Allah SWT membalas jerih payah ustadz abu azif.
    Wassalam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.
      alhamdulillah akhi, dan mohon bantuannya agar syubhat mereka dapat diwaspadai selalu. Semoga silaturahmi kita langgeng terjalin. Amin..
      Jazakallohu khoiran katsiro.

      Hapus