Hadis Tsaqalain
Posted on Juli 21, 2007 by secondprince
Peninggalan Rasulullah SAW adalah Al Quran dan Ahlul Bait as
Sebelum Junjungan kita yang mulia Al Imam
Rasulullah SAW (Shalawat dan salam kepada Beliau SAW dan Keluarga
suciNya as) berpulang ke rahmatullah, Beliau SAW telah berpesan kepada
umatnya agar tidak sesat dengan berpegang teguh kepada dua
peninggalannya atau Ats Tsaqalain yaitu Kitabullah Al Quranul Karim dan
Itraty Ahlul Bait Rasul as. Seraya Beliau SAW juga mengingatkan kepada
umatnya bahwa Al Quranul Karim dan Itraty Ahlul Bait Rasul as akan
selalu bersama dan tidak akan berpisah sampai hari kiamat dan bertemu
Rasulullah SAW di Telaga Kautsar Al Haudh.
TANGGAPAN :
Hadits Tsaqalain merupakan 2 peninggalan Rasulullah saw, dimana wasiat beliau adalah berpegang teguh dengan peninggalan pertama (Al Qur'an) dan berbuat baik kepada peninggalan yang kedua (ahlul bait) sebagaimana ditegaskan dalam riwayat tasqalain yang paling shahih (riwayat Imam Muslim), dan kita pun mengakui bahwa ahlul bait Nabi saw adalah manusia-manusia yang bertaqwa sehingga kelak berkumpul bersama beliau.
Sehingga tidak benar anggapan secondprince, bahwa riwayat tsaqalain memerintahkan kita untuk berpegang teguh dengan madzab ahlul bait apalagi memaknai bahwa ahlul bait adalah pribadi-pribadi yang maksum yang ajarannya setara dengan ajaran Rasulullah saw.
Dan perlu diketahui (ada bahasannya dalam blog ini), bahwa madzab ahlul bait adalah ahlussunnah.
Peninggalan Rasulullah SAW itu telah
diriwayatkan dalam banyak hadis dengan sanad yang berbeda dan shahih
dalam kitab-kitab hadis. Diantara kitab-kitab hadis itu adalah Shahih
Muslim, Sunan Ad Darimi, Sunan Tirmidzi, Musnad Abu Ya’la, Musnad Al
Bazzar, Mu’jam At Thabrani, Musnad Ahmad bin Hanbal, Shahih Ibnu
Khuzaimah, Mustadrak Ash Shahihain, Majma Az Zawaid Al Haitsami, Jami’As
Saghir As Suyuthi dan Al Kanz al Ummal. Dalam Tulisan ini akan
dituliskan beberapa hadis Tsaqalain yang shahih dalam Shahih Muslim,
Mustadrak Ash Shahihain, Sunan Tirmidzi dan Musnad Ahmad bin Hanbal.
1.Hadis riwayat Imam Muslim dalam Shahih Muslim juz II hal 279 bab Fadhail Ali
Muslim meriwayatkan telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb dan Shuja’ bin Makhlad dari Ulayyah yang berkata Zuhair berkata telah menceritakan kepada kami Ismail bin Ibrahim dari Abu Hayyan dari Yazid bin Hayyan yang berkata ”Aku, Husain bin Sabrah dan Umar bin Muslim pergi menemui Zaid bin Arqam. Setelah kami duduk bersamanya berkata Husain kepada Zaid ”Wahai Zaid sungguh engkau telah mendapat banyak kebaikan. Engkau telah melihat Rasulullah SAW, mendengarkan hadisnya, berperang bersamanya dan shalat di belakangnya. Sungguh engkau mendapat banyak kebaikan wahai Zaid. Coba ceritakan kepadaku apa yang kamu dengar dari Rasulullah SAW. Berkata Zaid “Hai anak saudaraku, aku sudah tua, ajalku hampir tiba, dan aku sudah lupa akan sebagian yang aku dapat dari Rasulullah SAW. Apa yang kuceritakan kepadamu terimalah,dan apa yang tidak kusampaikan janganlah kamu memaksaku untuk memberikannya.
Lalu Zaid berkata ”pada suatu hari Rasulullah SAW berdiri di hadapan kami di sebuah tempat yang bernama Ghadir Khum seraya berpidato, maka Beliau SAW memanjatkan puja dan puji atas Allah SWT, menyampaikan nasehat dan peringatan. Kemudian Beliau SAW bersabda “Ketahuilah wahai manusia sesungguhnya aku hanya seorang manusia. Aku merasa bahwa utusan Tuhanku (malaikat maut) akan segera datang dan Aku akan memenuhi panggilan itu. Dan Aku tinggalkan padamu dua pusaka (Ats-Tsaqalain). Yang pertama Kitabullah (Al-Quran) di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya,maka berpegang teguhlah dengan Kitabullah”. Kemudian Beliau melanjutkan, “dan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku”Lalu Husain bertanya kepada Zaid ”Hai Zaid siapa gerangan Ahlul Bait itu? Tidakkah istri-istri Nabi termasuk Ahlul Bait? Jawabnya “Istri-istri Nabi termasuk Ahlul Bait. Tetapi yang dimaksud Ahlul Bait disini adalah orang yang tidak diperkenankan menerima sedekah setelah wafat Nabi SAW”, Husain bertanya “Siapa mereka?”.Jawab Zaid ”Mereka adalah Keluarga Ali, Keluarga Aqil, Keluarga Ja’far dan Keluarga Ibnu Abbes”. Apakah mereka semua diharamkan menerima sedekah (zakat)?” tanya Husain; “Ya”, jawabnya.
Hadis di atas terdapat dalam Shahih
Muslim, perlu dinyatakan bahwa yang menjadi pesan Rasulullah SAW itu
adalah sampai perkataan “kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku”
sedangkan yang selanjutnya adalah percakapan Husain dan Zaid perihal
Siapa Ahlul Bait.
TANGGAPAN :
Kami sependapat dengan secondprince, bahwa hadits ini mewasiatkan untuk berbuat baik kepada ahlul bait, tidak berpegang dengan ahlul bait.
Yang menarik bahwa dalam Shahih Muslim di bab yang
sama Fadhail Ali, Muslim juga meriwayatkan hadis Tsaqalain yang lain
dari Zaid bin Arqam dengan tambahan percakapan yang menyatakan bahwa
Istri-istri Nabi tidak termasuk Ahlul Bait, berikut kutipannya
TANGGAPAN :“Kami berkata “Siapa Ahlul Bait? Apakah istri-istri Nabi? Kemudian Zaid menjawab ”Tidak, Demi Allah, seorang wanita (istri) hidup dengan suaminya dalam masa tertentu jika suaminya menceraikannya dia akan kembali ke orang tua dan kaumnya. Ahlul Bait Nabi adalah keturunannya yang diharamkan untuk menerima sedekah”.
Benar apa yang disampaikan orang syiah ini (walaupun maksudnya akan mengeluarkan istri-istri Nabi dari lingkaran pengertian ahlul bait), dan terbukti bahwa para ummahatul mukminin kesemuanya tidak diceraikan oleh Rasullullah saw sampai akhir hayat beliau, sehingga sudah menjadi kepastian bahwa mereka termasuk ahul bait Nabi saw.
2. Hadis shahih dalam Mustadrak As Shahihain Al Hakim juz III hal 148
Al Hakim meriwayatkan telah menceritakan kepada kami seorang faqih dari Ray Abu Bakar Muhammad bin Husain bin Muslim, yang mendengar dari Muhammad bin Ayub yang mendengar dari Yahya bin Mughirah al Sa’di yang mendengar dari Jarir bin Abdul Hamid dari Hasan bin Abdullah An Nakha’i dari Muslim bin Shubayh dari Zaid bin Arqam yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda. “Kutinggalkan kepadamu dua peninggalan (Ats Tsaqalain), kitab Allah dan Ahlul BaitKu. Sesungguhnya keduanya tak akan berpisah, sampai keduanya kembali kepadaKu di Al Haudh“
Al Hakim menyatakan dalam Al Mustadrak As Shahihain bahwa sanad hadis ini shahih berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim.
TANGGAPAN :
Masih diperselisihkan ke-SHAHIHANNYA, akibat ikhtilathnya Jarir bin Abdul Hamid, dan juga riwayat ini tidak memerintahkan untuk berpegang dengan ahlul bait.
3. Hadis shahih dalam kitab Mustadrak As Shahihain Al Hakim, Juz III hal 109.
Al Hakim meriwayatkan telah menceritakan kepada kami Abu Husain Muhammad bin Ahmad bin Tamim Al Hanzali di Baghdad yang mendengar dari Abu Qallabah Abdul Malik bin Muhammad Ar Raqqasyi yang mendengar dari Yahya bin Hammad; juga telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Muhammad bin Balawaih dan Abu Bakar Ahmad bin Ja’far Al Bazzaz, yang keduanya mendengar dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal yang mendengar dari ayahnya yang mendengar dari Yahya bin Hammad; dan juga telah menceritakan kepada kami Faqih dari Bukhara Abu Nasr Ahmad bin Suhayl yang mendengar dari Hafiz Baghdad Shalih bin Muhammad yang mendengar dari Khallaf bin Salim Al Makhrami yang mendengar dari Yahya bin Hammad yang mendengar dari Abu Awanah dari Sulaiman Al A’masy yang berkata telah mendengar dari Habib bin Abi Tsabit dari Abu Tufail dari Zaid bin Arqam ra yang berkata“Rasulullah SAW ketika dalam perjalanan kembali dari haji wada berhenti di Ghadir Khum dan memerintahkan untuk membersihkan tanah di bawah pohon-pohon. Kemudian Beliau SAW bersabda” Kurasa seakan-akan aku segera akan dipanggil (Allah), dan segera pula memenuhi panggilan itu, Maka sesungguhnya aku meninggalkan kepadamu Ats Tsaqalain(dua peninggalan yang berat). Yang satu lebih besar (lebih agung) dari yang kedua : Yaitu kitab Allah dan Ittrahku. Jagalah Baik-baik dan berhati-hatilah dalam perlakuanmu tehadap kedua peninggalanKu itu, sebab Keduanya takkan berpisah sehingga berkumpul kembali denganKu di Al Haudh. Kemudian Beliau SAW berkata lagi: “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla adalah maulaku, dan aku adalah maula setiap Mu’min. Lalu Beliau SAW mengangkat tangan Ali Bin Abi Thalib sambil bersabda : Barangsiapa yang menganggap aku sebagai maulanya, maka dia ini (Ali bin Abni Thalib) adalah juga maula baginya. Ya Allah, cintailah siapa yang mencintainya, dan musuhilah siapa yang memusuhinya“
Al Hakim telah menyatakan dalam Al Mustadrak As Shahihain bahwa hadis ini shahih sesuai dengan persyaratan Bukhari dan Muslim.
TANGGAPAN :
Hadits ini diperselisihkan ke-SHAHIHANNYA, akibat tadlisnya Habib. Riwayat ini bahkan menguatkan maksud tsaqalain yang kedua adalah berbuat baik kepada ahlul bait.
4. Hadis shahih dalam kitab Mustadrak As Shahihain Al Hakim, Juz III hal 110.
Al Hakim meriwayatkan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Ishaq dan Da’laj bin Ahmad Al Sijzi yang keduanya mendengar dari Muhammad bin Ayub yang mendengar dari Azraq bin Ali yang mendengar dari Hasan bin Ibrahim Al Kirmani yang mendengar dari Muhammad bin Salamah bin Kuhail dari Ayahnya dari Abu Tufail dari Ibnu Wathilah yang mendengar dari Zaid bin Arqam ra yang berkata “Rasulullah SAW berhenti di suatu tempat di antara Mekkah dan Madinah di dekat pohon-pohon yang teduh dan orang-orang membersihkan tanah di bawah pohon-pohon tersebut. Kemudian Rasulullah SAW mendirikan shalat, setelah itu Beliau SAW berbicara kepada orang-orang. Beliau memuji dan mengagungkan Allah SWT, memberikan nasehat dan mengingatkan kami. Kemudian Beliau SAW berkata” Wahai manusia, Aku tinggalkan kepadamu dua hal atau perkara, yang apabila kamu mengikuti dan berpegang teguh pada keduanya maka kamu tidak akan tersesat yaitu Kitab Allah (Al Quranul Karim) dan Ahlul BaitKu, ItrahKu. Kemudian Beliau SAW berkata tiga kali “Bukankah Aku ini lebih berhak terhadap kaum muslimin dibanding diri mereka sendiri.. Orang-orang menjawab “Ya”. Kemudian Rasulullah SAW berkata” Barangsiapa yang menganggap aku sebagai maulanya, maka Ali adalah juga maulanya.
Al Hakim telah menyatakan dalam Al Mustadrak As Shahihain bahwa hadis ini shahih sesuai dengan persyaratan Bukhari dan Muslim.
TANGGAPAN :
Derajat hadits ini LEMAH akibat Muhammad bin Salamah seorang yang dhaif, dan lafalnya syadz menyelisihi lafal jumhur.
Sanad riwayat ini lemah dikarenakan Muhammad bin Salamah bin Kuhail. Al-Juzjaaniy berkata : “Dzaahibul-hadiits” [Al-Mughniy fidl-Dlu’afaa’, 2/310 no. 5577]. Ibnu Ma’iin berkata : “Laisa bi-syai’ (tidak ada apa-apanya)” [Lisaanul-Miizaan, 7/168]. Ia juga dinisbatkan pada tasyayyu’ dan mempunyai hadits-hadits munkar [Al-Kaamil, 7/444]. As-Sa’diy berkata : “Waahiyul-hadiits (lemah haditsnya)” [Adl-Dlu’afaa wal-Matruukuun li-Ibnil-Jauziy 3/67 no. 3017]. Ibnu Syaahiin berkata : “Dla’iif” [Taariikh Asmaa’ Adl-Dlu’afaa’ wal-Kadzdzaabiin, hal. 166 no. 566]. Ibnu Hibbaan dengan memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat. Ahmad berkata : “Muqaaribul-hadiits” [Mausu’ah Aqwaal Al-Imam Ahmad, 3/267 no. 2335]. Ad-Daaruquthniy mengatakan : “Bisa dijadikan i’tibar” [Suaalaat Al-Barqaaniy, no. 539].
Muhammad bin Salamah mempunyai mutaba'ah Yahya bin Salamah (lihat juz Abu Thahir no. 143), tapi Yahya pun seorang yang matruk (lihat At Taqrib 2/304)
Muhammad bin Salamah juga mempunyai mutaba'ah Syu'aib bin Khalid (lihat juz Abu Thahir no. 142), tapi dalam sanadnya ada Muhammad bin Humaid seorang di jarh dalam ke-dhabit-annya dan dalam 'adalah-nya.
Muhammad bin Salamah mempunyai mutaba'ah Yahya bin Salamah (lihat juz Abu Thahir no. 143), tapi Yahya pun seorang yang matruk (lihat At Taqrib 2/304)
Muhammad bin Salamah juga mempunyai mutaba'ah Syu'aib bin Khalid (lihat juz Abu Thahir no. 142), tapi dalam sanadnya ada Muhammad bin Humaid seorang di jarh dalam ke-dhabit-annya dan dalam 'adalah-nya.
Tentang Muhammad bin Humaid ini; Al-Bukhaariy berkata : “Fiihi nadhar” [At-Taariikh Al-Kabiir, 1/167]. Ya’quub bin Syaibah As-Saduusiy berkata : “Muhammad bin Humaid Ar-Raaziy padanya banyak perkara yang diingkari (katsiirul-manaakir)” [Tahdziibul-Kamaal, 25/102]. An-Nasaa’iy berkata : “Tidak tsiqah” [Taariikh Baghdaad, 2/263 dan Adl-Dlu’afaa’ wal-Matruukiin
oleh Ibnul-Jauziy, 3/54 no. 2959]. Ishaaq bin Manshuur berkata : “Aku
bersaksi di hadapan Allah bahwa Muhammad bin Humaid dan ‘Ubaid bin
Ishaaq Al-‘Aththaar adalah pendusta” [Taariikh Baghdaad,
2/263]. Shaalih bin Muhammad Al-Asadiy Al-Haafidh berkata : “Aku tidak
melihat seorang pun yang yang lebih banyak dustanya daripada dua orang,
yaitu Sulaimaan Asy-Syaadzakuuniy dan Muhammad bin Humaid Ar-Raaziy…” [Taariikh Baghdaad, 2/262]. Ia telah didustakan oleh Abu Zur’ah Ar-Raaziy dan Ibnu Waarah [Al-Majruuhiin, 2/321 no. 1005 dan Adl-Dlu’afaa’ wal-Matruukiin
oleh Ibnul-Jauziy, 3/54 no. 2959]. Ibnu Hibbaan berkata : “Ia termasuk
orang yang menyendiri dalam periwayatan dari orang-orang tsiqah dengan sesuatu yang terbolak-balik, khususnya jika ia meriwayatkan dari para syaikh negerinya” [Al-Majruuhiin, 2/321 no. 1005]. Ibraahiim bin Ya’quub Al-Jauzajaaniy berkata : “Ia seorang yang bermadzhab buruk, tidak tsiqah” [Ahwaalur-Rijaal, hal.
207 no. 382]. ‘Abdurrahmaan bin Yuusuf bin Khiraasy dan jama’ah
ahli-hadits negeri Ray saat disebut Muhammad bin Humaid, maka mereka
sepakat bahwa ia sangat lemah dalam haditsnya [Taariikh Baghdaad, 2/261]. Ibnu Khiraasy sendiri mendustakannya [idem, 2/263]. Sudah menjadi pengetahuan bahwa jarh penduduk
yang satu negeri dengan perawi lebih kuat, karena mereka lebih
mengetahui keadaan negerinya sendiri dibandingkan yang lain.
Ad-Daaruquthniy berkata : “Diperselisihkan” [Suaalaat As-Sulamiy no. 287]. Ibnul-Jauziy memasukkanya dalam Adl-Dlu’afaa’ wal-Matruukiin (3/54). Adz-Dzahabiy memasukkannya dalam Al-Mughniy fidl-Dlu’afaa’ (2/289 no. 5452) dan berkata : “Dla’iif, bukan dari sisi hapalannya”. Ibnu Hajar berkata : “Seorang haafidh yang dla’iif. Ibnu Ma’iin mempunyai pandangan baik terhadapnya” [At-Taqriib,
hal. 839 no. 5871]. Ahmad memujinya bahwa negeri Ray akan tetap
diliputi ilmu selama Muhammad bin Humaid hidup. Namun ia pujiannya ini
dikritik oleh Ibnu Khuzaimah bahwasannya dalam hal ini Ahmad tidak
mengetahui perihal Ibnu Humaid. Seandainya ia mengetahui sebagaimana
yang diketahui Ibnu Khuzaimah, niscaya ia tidak akan memujinya [Mausu’ah Aqwaal Al-Imam Ahmad,
3/255-256 no. 2311]. Ibnu Hibbaan menyebutkan bahwa setelah Al-Imam
Ahmad mengetahui Abu Zur’ah dan Ibnu Waarah mendustakan Ibnu Humaid,
maka Shaalih bin Ahmad bin Hanbal berkata : “Sejak saat itu aku melihat
ayahku jika disebutkan Ibnu Humaid, beliau mengibaskan tangannya” [Al-Majruuhiin, 2/321]. Inilah pendapat terakhir Ahmad (yaitu menyepakati jarh Abu Zur’ah dan Ibnu Waraah). Ibnu Ma’iin dan Ja’far bin Abi ‘Utsmaan Ath-Thayaalisiy men-tsiqah-kannya.
Perkataan
yang tepat tentang diri Muhammad bin Humaid adalah ia perawi yang
sangat lemah. Ia dikritik dari ulama baik dari segi hapalannya maupun ‘adalah-nya.
5. Hadis dalam Musnad Ahmad jilid V hal 189
Abdullah meriwayatkan dari Ayahnya,dari Ahmad Zubairi dari Syarik dari Rukayn dari Qasim bin Hishan dari Zaid bin Tsabit ra, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Aku meninggalkan dua khalifah bagimu, Kitabullah dan Ahlul BaitKu. Keduanya tidak akan berpisah hingga keduanya datang ke telaga Al Haudh bersama-sama”.
Hadis di atas diriwayatkan dari Abdullah
bin Ahmad bin Hanbal dari ayahnya Ahmad bin Hanbal, keduanya sudah
dikenal tsiqat di kalangan ulama, Ahmad Zubairi. Beliau adalah Muhammad
bin Abdullah Abu Ahmad Al Zubairi Al Habbal telah dinyatakan tsiqat oleh
Yahya bin Muin dan Al Ajili.
Syarik bin Abdullah bin Sinan adalah
salah satu Rijal Muslim, Yahya bin Main berkata “Syuraik itu jujur dan
tsiqat”. Ahmad bin Hanbal dan Ajili menyatakan Syuraik tsiqat. Ibnu
Ya’qub bin Syaiban berkata” Syuraik jujur dan tsiqat tapi jelek
hafalannya”. Ibnu Abi Hatim berkata” hadis Syuraik dapat dijadikan
hujjah”. Ibnu Saad berkata” Syuraik tsiqat, terpercaya tapi sering
salah”.An Nasai berkata ”tak ada yang perlu dirisaukan dengannya”. Ahmad
bin Adiy berkata “kebanyakan hadis Syuraik adalah shahih”.(Mizan Al
Itidal adz Dzahabi jilid 2 hal 270 dan Tahdzib At Tahdzib Ibnu Hajar
jilid 4 hal 333).
Rukayn (Raqin) bin Rabi’Abul Rabi’ Al
Fazari adalah perawi yang tsiqat .Beliau dinyatakan tsiqat oleh Ahmad
bin Hanbal, An Nasai, Yahya bin Main, Ibnu Hajar dan juga dinyatakan
tsiqat oleh Ibnu Hibban dalam kitab Ats Tsiqat Ibnu Hibban.
Qasim bin Hishan adalah perawi yang
tsiqah. Ahmad bin Saleh menyatakan Qasim tsiqah. Ibnu Hibban menyatakan
bahwa Qasim termasuk dalam kelompok tabiin yang tsiqah. Dalam Majma Az
Zawaid ,Al Haitsami menyatakan tsiqah kepada Qasim bin Hishan. Adz
Dzahabi dan Al Munziri menukil dari Bukhari bahwa hadis Qasim itu
mungkar dan tidak shahih. Tetapi Hal ini telah dibantah oleh Ahmad
Syakir dalam Musnad Ahmad jilid V,beliau berkata”Saya tidak mengerti apa
sumber penukilan Al Munziri dari Bukhari tentang Qasim bin Hishan itu.
Sebab dalam Tarikh Al Kabir Bukhari tidak menjelaskan biografi Qasim
demikian juga dalam kitab Adh Dhu’afa. Saya khawatir bahwa Al Munziri
berkhayal dengan menisbatkan hal itu kepada Al Bukhari”. Oleh karena itu
Syaikh Ahmad Syakir menguatkannya sebagai seorang yang tsiqah dalam
Syarh Musnad Ahmad.
Jadi hadis dalam Musnad Ahmad diatas adalah hadis yang shahih karena telah diriwayatkan oleh perawi-perawi yang dikenal tsiqah.
TANGGAPAN :
Perhatikan perkataan Adz Dzahabi dan Al Munziri diatas, beliau berdua sepakat bahwa Imam Bukhari men-JARH Qasim bin Hishan, akan tetapi referensinya tidak diketahui oleh Syaikh Syakir.
Ada karya Imam Bukahari yang masih berupa manuskrip yang disebut "ADH DHU'AFAUL KABIR " yang kemungkinan beliau berdua mengutip dari kitab ini.
6. Hadis dalam Musnad Ahmad jilid V hal 181-182
Riwayat dari Abdullah dari Ayahnya dari Aswad bin ‘Amir, dari Syarik dari Rukayn dari Qasim bin Hishan, dari Zaid bin Tsabit, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda”Sesungguhnya Aku meninggalkan dua khalifah bagimu Kitabullah, tali panjang yang terentang antara langit dan bumi atau diantara langit dan bumi dan Itrati Ahlul BaitKu. Dan Keduanya tidak akan terpisah sampai datang ke telaga Al Haudh”
Hadis di atas diriwayatkan dari Abdullah
bin Ahmad bin Hanbal dari ayahnya Ahmad bin Hanbal, Semua perawi hadis
Musnad Ahmad di atas telah dijelaskan sebelumnya kecuali Aswad bin Amir
Shadhan Al Wasithi. Beliau adalah salah satu Rijal atau perawi Bukhari
Muslim. Al Qaisarani telah menyebutkannya di antara perawi-perawi
Bukhari Muslim dalam kitabnya Al Jam’u Baina Rijalisy Syaikhain. Selain
itu Aswad bin Amir dinyatakan tsiqat oleh Ali bin Al Madini, Ibnu Hajar,
As Suyuthi dan juga disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam Kitabnya Ats
Tsiqat Ibnu Hibban. Oleh karena itu hadis Musnad Ahmad di atas sanadnya
shahih.
TANGGAPAN :
Sama dengan tanggapan diatas, bahwa riwayat ini lemah akibat Qasim bin Hishan.
7. Hadis dalam Sunan Tirmidzi jilid 5 halaman 662 – 663
At Tirmidzi meriwayatkan telah bercerita kepada kami Ali bin Mundzir al-Kufi, telah bercerita kepada kami Muhammad bin Fudhail, telah bercerita kepada kami Al-A’masy, dari ‘Athiyyah, dari Abi Sa’id dan Al-A’masy, dari Habib bin Abi Tsabit, dari Zaid bin Arqam yang berkata, ‘Rasulullah saw telah bersabda, ‘Sesungguhnya aku tinggalkan padamu sesuatu yang jika kamu berpegang teguh kepadanya niscaya kamu tidak akan tersesat sepeninggalku, yang mana yang satunya lebih besar dari yang lainnya, yaitu Kitab Allah, yang merupakan tali penghubung antara langit dan bumi, dan ‘itrah Ahlul BaitKu. Keduanya tidak akan pernah berpisah sehingga datang menemuiku di telaga. Maka perhatikanlah aku dengan apa yang kamu laksanakan kepadaku dalam keduanya”
Dalam Tahdzib at Tahdzib jilid 7 hal 386
dan Mizan Al I’tidal jilid 3 hal 157, Ali bin Mundzir telah dinyatakan
tsiqat oleh banyak ulama seperti Ibnu Abi Hatim,Ibnu Namir,Imam
Sha’sha’i dan lain-lain,walaupun Ali bin Mundzir dikenal sebagai seorang
syiah. Mengenai hal ini Mahmud Az Za’by dalam bukunya Sunni yang Sunni
hal 71 menyatakan tentang Ali bin Mundzir ini “para ulama telah
menyatakan ketsiqatan Ali bin Mundzir. Padahal mereka tahu bahwa Ali
adalah syiah. Ini harus dipahami bahwa syiah yang dimaksud disini adalah
syiah yang tidak merusak sifat keadilan perawi dengan catatan tidak
berlebih-lebihan. Artinya ia hanya berpihak kepada Ali bin Abu Thalib
dalam pertikaiannya melawan Muawiyah. Tidak lebih dari itu. Inilah
pengertian tasyayyu menurut ulama sunni. Karena itu Ashabus Sunan
meriwayatkan dan berhujjah dengan hadis Ali bin Mundzir”.
Muhammad bin Fudhail,dalam Hadi As Sari
jilid 2 hal 210,Tahdzib at Tahdzib jilid 9 hal 405 dan Mizan al Itidal
jilid 4 hal 9 didapat keterangan tentang beliau. Ahmad berkata”Ia
berpihak kepada Ali, tasyayyu. Hadisnya baik” Yahya bin Muin menyatakan
Muhammad bin Fudhail adalah tsiqat. Abu Zara’ah berkata”ia jujur dan
ahli Ilmu”.Menurut Abu Hatim,Muhammad bin Fudhail adalah seorang guru.Nasai
tidak melihat sesuatu yang membahayakan dalam hadis Muhammad bin
Fudhail. Menurut Abu Dawud ia seorang syiah yang militan. Ibnu Hibban
menyebutkan dia didalam Ats Tsiqat seraya berkata”Ibnu Fudhail pendukung
Ali yang berlebih-lebihan”Ibnu Saad berkata”Ia tsiqat,jujur dan banyak
memiliki hadis.Ia pendukung
Ali”. Menurut Ajli,Ibnu Fudhail orang kufah yang tsiqat tetapi syiah.
Ali bin al Madini memandang Muhammad bin Fudhail sangat tsiqat dalam
hadis. Daruquthni juga menyatakan Muhammad bin Fudhail sangat tsiqat
dalam hadis.
Al A’masy atau Sulaiman bin Muhran Al
Kahili Al Kufi Al A’masy adalah perawi Kutub As Sittah yang terkenal
tsiqat dan ulama hadis sepakat tentang keadilan dan ketsiqatan
Beliau..(Mizan Al Itidal adz Dzahabi jilid 2 hal 224 dan Tahdzib At
Tahdzib Ibnu Hajar jilid 4 hal 222).Dalam hadis Sunan Tirmidzi di atas
A’masy telah meriwayatkan melalui dua jalur yaitu dari Athiyyah dari Abu
Said dan dari Habib bin Abi Tsabit dari Zaid bin Arqam.
Athiyyah bin Sa’ad al Junadah Al Awfi
adalah tabiin yang dikenal dhaif. Menurut Adz Dzahabi Athiyyah adalah
seorang tabiin yang dikenal dhaif ,Abu Hatim berkata hadisnya dhaif tapi
bisa didaftar atau ditulis, An Nasai juga menyatakan Athiyyah termasuk
kelompok orang yang dhaif, Abu Zara’ah juga memandangnya lemah. Menurut
Abu Dawud Athiyyah tidak bisa dijadikan sandaran atau pegangan.Menurut
Al Saji hadisnya tidak dapat dijadikan hujjah,Ia mengutamakan Ali ra
dari semua sahabat Nabi yang lain. Salim Al Muradi menyatakan bahwa
Athiyyah adalah seorang syiah. Abu Ahmad bin Adi berkata walaupun ia
dhaif tetapi hadisnya dapat ditulis. Kebanyakan ulama memang memandang
Athiyyah dhaif tetapi Ibnu Saad memandang Athiyyah tsiqat,dan berkata
insya Allah ia mempunyai banyak hadis yang baik,sebagian orang tidak
memandang hadisnya sebagai hujjah. Yahya bin Main ditanya tentang hadis
Athiyyah ,ia menjawab “Bagus”.(Mizan Al ‘Itidal jilid 3 hal 79).
Habib bin Abi Tsabit Al Asadi Al Kahlili
adalah Rijal Bukhari dan Muslim dan para ulama hadis telah sepakat akan
keadilan dan ketsiqatan beliau, walaupun beliau juga dikenal sebagai
mudallis (Tahdzib At Tahdzib jilid 2 hal 178). Jadi dari dua jalan dalam
hadis Sunan Tirmidzi di atas, sanad Athiyyah semua perawinya tsiqat
selain Athiyyah yang dikenal dhaif walaupun Beliau di ta’dilkan oleh
Ibnu Saad dan Ibnu Main. Sedangkan sanad Habib semua perawinya tsiqat
tetapi dalam hadis di atas A’masy dan Habib meriwayatkan dengan lafal
‘an (mu’an ‘an) padahal keduanya dikenal mudallis.
TANGGAPAN :
Ada 3 jalur periwatan Imam Tirmidzi, yang pertama LEMAH akibat Athiyah, yang kedua LEMAH akibat tadlis dari Habib, sedang yang ketiga (tidak ada dalam tulisan secondprince diatas) LEMAH akibat Zaid bin Hasan Al Anmathi.
Sanad hadits ini lemah dengan kelemahan terletak pada ‘Athiyyah, ia adalah Ibnu Sa’d bin Janaadah Al-‘Aufiy. Ia telah dilemahkan oleh jumhur ahli hadiits. Ahmad berkata : “Dla’iiful-hadiits. Telah sampai kepadaku bahwasannya ‘Athiyyah mendatangi Al-Kalbiy dan mengambil darinya tafsir, dan ‘Athiyyah memberikan kunyah kepadanya (Al-Kalbiy) Abu Sa’iid. Kemudian (saat meriwayatkan) ia berkata : ‘Telah berkata Abu Sa’iid’. Husyaim telah mendla’ifkan hadits ‘Athiyyah” [Al-‘Ilal, no. 1306 dan Al-Kaamil 7/84 no. 1530]. Ahmad juga berkata : “Sufyan – yaitu Ats-Tsauriy – telah mendla’ifkan hadits ‘Athiyyah” [Al-‘Ilal, no. 4502]. Yahyaa bin Ma’iin dalam riwayat Ad-Duuriy berkata : “Shaalih” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 6/383 no. 2125]. Namun dalam riwayat lain, seperti Abul-Waliid bin Jaarud, Ibnu Ma’iin berkata : “Dla’iif” [Adl-Dlu’afaa’ Al-Kabiir, hal. 1064 no. 1395]. Juga riwayat Ibnu Abi Maryam, bahwasannya Ibnu Ma’iin berkata : “Dla’iif, kecuali jika ia menuliskan haditsnya” [Al-Kaamil, 7/84 no. 1530]. Abu Haatim berkata : “Dla’iiful-hadiits, ditulis haditsnya. Abu Nadlrah lebih aku sukai daripadanya” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 6/383 no. 2125]. Abu Zur’ah berkata : “Layyin (lemah)” [idem]. An-Nasaa’iy berkata : “Dla’iif” [Adl-Dlu’afaa’ wal-Matruukuun no. 481]. Al-Bukhaariy berkata : “Telah berkata Ahmad terhadap hadits ‘Abdul-Malik dari ‘Athiyyah, dari Abu Sa’iid : Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Telah aku tinggalkan pada kalian ats-tsaqalain…’ : “Hadits-Hadits orang-orang Kuffah ini munkar” [Taariikh Ash-Shaghiir, 1/267]. Abu Dawud berkata : “Ia bukan termasuk orang yang dipercaya (dapat dijadikan sandaran)” [Suaalaat Abi ‘Ubaid Al-Aajuriiy, hal. 105 no. 24]. Ad-Daaruqthniy berkata : “Mudltharibul-hadiits” [Al-‘Ilal, 4/291]. Di tempat lain ia juga berkata : “Dla’iif” [As-Sunan, 4/39 – dari Mausu’ah Aqwaal Ad-Daaruquthniy, hal. 453]. Ibnu ‘Adiy berkata : “Bersamaan dengan kedla’ifannya, ia ditulis haditsnya” [Al-Kaamil, 7/85]. Ibnu Sa’d berkata : “Ia tsiqah, insya Allah. Memiliki hadits-hadits yang baik dan sebagian orang tidak menjadikannya sebagai hujjah” [Thabaqaat Ibni Sa’ad, 6/304]. Al-‘Ijliy berkata : “Orang Kuffah yang tsiqah, namun tidak kuat (haditsnya)” [Ma’rifatuts-Tsiqaat, 2/140 no. 1255]. Ibnu Syaahiin berkata : “Tidak mengapa dengannya, sebagaimana dikatakan Ibnu Ma’iin” [Taariikh Asmaa’ Ats-Tsiqaat, hal. 247 no. 970]. Adz-Dzahabiy berkata : “Para ulama telah mendla’ifkannya” [Al-Kaasyif 2/27 no. 3820]. Ibnu Hajar berkata : “Shaduuq, banyak salahnya, orang Syi’ah mudallis” [Tahriirut-Taqriib 3/20 no. 4616].
[lihat juga : Tahdziibul-Kamaal, 20/145-149 no. 3956 dan Al-Jaami’ fil-Jarh wat-Ta’diil 2/209 no. 2937.]
Sanad hadits ini lemah, dengan kelemahan yang terletak pada Zaid bin Al-Hasan Al-Anmathiy. Ia seorang perawi yang diperselisihkan. Abu Haatim berkata : “Matruukul-hadiits”. Sedangkan Ibnu Hibbaan memasukkanya dalam Ats-Tsiqaat. Ia telah didla’ifkan oleh Ibnu Hajar dalam At-Taqriib – dan ini disepakati oleh Basyar ‘Awaad dalam Tahriir Taqriibit-Tahdziib (1/433 no. 2127) dan tahqiq-nya terhadap Sunan At-Tirmidziy (6/124). Begitu pula Adz-Dzahabiy dalam Al-Kaasyif (1/416 no. 1731).
Walaupun begitu banyak hal yang menguatkan sanad Habib ini sehingga hadisnya dinyatakan shahih yaitu
Ada 3 jalur periwatan Imam Tirmidzi, yang pertama LEMAH akibat Athiyah, yang kedua LEMAH akibat tadlis dari Habib, sedang yang ketiga (tidak ada dalam tulisan secondprince diatas) LEMAH akibat Zaid bin Hasan Al Anmathi.
Sanad hadits ini lemah dengan kelemahan terletak pada ‘Athiyyah, ia adalah Ibnu Sa’d bin Janaadah Al-‘Aufiy. Ia telah dilemahkan oleh jumhur ahli hadiits. Ahmad berkata : “Dla’iiful-hadiits. Telah sampai kepadaku bahwasannya ‘Athiyyah mendatangi Al-Kalbiy dan mengambil darinya tafsir, dan ‘Athiyyah memberikan kunyah kepadanya (Al-Kalbiy) Abu Sa’iid. Kemudian (saat meriwayatkan) ia berkata : ‘Telah berkata Abu Sa’iid’. Husyaim telah mendla’ifkan hadits ‘Athiyyah” [Al-‘Ilal, no. 1306 dan Al-Kaamil 7/84 no. 1530]. Ahmad juga berkata : “Sufyan – yaitu Ats-Tsauriy – telah mendla’ifkan hadits ‘Athiyyah” [Al-‘Ilal, no. 4502]. Yahyaa bin Ma’iin dalam riwayat Ad-Duuriy berkata : “Shaalih” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 6/383 no. 2125]. Namun dalam riwayat lain, seperti Abul-Waliid bin Jaarud, Ibnu Ma’iin berkata : “Dla’iif” [Adl-Dlu’afaa’ Al-Kabiir, hal. 1064 no. 1395]. Juga riwayat Ibnu Abi Maryam, bahwasannya Ibnu Ma’iin berkata : “Dla’iif, kecuali jika ia menuliskan haditsnya” [Al-Kaamil, 7/84 no. 1530]. Abu Haatim berkata : “Dla’iiful-hadiits, ditulis haditsnya. Abu Nadlrah lebih aku sukai daripadanya” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 6/383 no. 2125]. Abu Zur’ah berkata : “Layyin (lemah)” [idem]. An-Nasaa’iy berkata : “Dla’iif” [Adl-Dlu’afaa’ wal-Matruukuun no. 481]. Al-Bukhaariy berkata : “Telah berkata Ahmad terhadap hadits ‘Abdul-Malik dari ‘Athiyyah, dari Abu Sa’iid : Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Telah aku tinggalkan pada kalian ats-tsaqalain…’ : “Hadits-Hadits orang-orang Kuffah ini munkar” [Taariikh Ash-Shaghiir, 1/267]. Abu Dawud berkata : “Ia bukan termasuk orang yang dipercaya (dapat dijadikan sandaran)” [Suaalaat Abi ‘Ubaid Al-Aajuriiy, hal. 105 no. 24]. Ad-Daaruqthniy berkata : “Mudltharibul-hadiits” [Al-‘Ilal, 4/291]. Di tempat lain ia juga berkata : “Dla’iif” [As-Sunan, 4/39 – dari Mausu’ah Aqwaal Ad-Daaruquthniy, hal. 453]. Ibnu ‘Adiy berkata : “Bersamaan dengan kedla’ifannya, ia ditulis haditsnya” [Al-Kaamil, 7/85]. Ibnu Sa’d berkata : “Ia tsiqah, insya Allah. Memiliki hadits-hadits yang baik dan sebagian orang tidak menjadikannya sebagai hujjah” [Thabaqaat Ibni Sa’ad, 6/304]. Al-‘Ijliy berkata : “Orang Kuffah yang tsiqah, namun tidak kuat (haditsnya)” [Ma’rifatuts-Tsiqaat, 2/140 no. 1255]. Ibnu Syaahiin berkata : “Tidak mengapa dengannya, sebagaimana dikatakan Ibnu Ma’iin” [Taariikh Asmaa’ Ats-Tsiqaat, hal. 247 no. 970]. Adz-Dzahabiy berkata : “Para ulama telah mendla’ifkannya” [Al-Kaasyif 2/27 no. 3820]. Ibnu Hajar berkata : “Shaduuq, banyak salahnya, orang Syi’ah mudallis” [Tahriirut-Taqriib 3/20 no. 4616].
[lihat juga : Tahdziibul-Kamaal, 20/145-149 no. 3956 dan Al-Jaami’ fil-Jarh wat-Ta’diil 2/209 no. 2937.]
Sanad hadits ini lemah, dengan kelemahan yang terletak pada Zaid bin Al-Hasan Al-Anmathiy. Ia seorang perawi yang diperselisihkan. Abu Haatim berkata : “Matruukul-hadiits”. Sedangkan Ibnu Hibbaan memasukkanya dalam Ats-Tsiqaat. Ia telah didla’ifkan oleh Ibnu Hajar dalam At-Taqriib – dan ini disepakati oleh Basyar ‘Awaad dalam Tahriir Taqriibit-Tahdziib (1/433 no. 2127) dan tahqiq-nya terhadap Sunan At-Tirmidziy (6/124). Begitu pula Adz-Dzahabiy dalam Al-Kaasyif (1/416 no. 1731).
Dalam ilmu hadits, Abu Haatim adalah ulama yang tasyaddud, dan sebaliknya Ibnu Hibbaan adalah ulama yang tasaahul. Kesepakatan dua orang haafidh (yaitu
Ibnu Hajar dan Adz-Dzahabiy) dalam pendla’ifan mempunyai nilai
tersendiri. Hal itu bisa dibuktikan dari pengambilan perkataan mereka
dalam pendla’ifan Al-Anmathiy oleh para ulama setelahnya. Apalagi,
Adz-Dzahabiy yang menjadi salah satu sumber penilaian tasyaddud-nya Abu Haatim (dalam kitab As-Siyaar, 13/260), maka di sini ia telah memberikan penilaian dengan mengambil pendla’ifan Abu Haatim.
Qarinah yang
lebih menunjukkan kelemahan diri Al-Anmathiy adalah bahwasannya ia
telah diselisihi oleh Haatim bin Ismaa’iil Al-Madiniy dan Hafsh bin
Ghiyaats, dimana mereka berdua meriwayatkan Ja’far bin Muhammad, dari
ayahnya, dari Jaabir, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang khutbah wada’, dimana beliau bersabda :
وقد تركت فيكم ما لن تضلوا بعده إن اعتصمتم به. كتاب الله.
“Sungguh
telah aku tinggalkan kepada kalian yang jika kalian berpegang teguh
kepadanya, niscaya tidak akan tersesat : Kitabullah” [Shahih Muslim no. 1218].
yaitu tanpa tambahan lafadh : ‘dan ‘itrahku ahlul-baitku’ (وَعِتْرَتِي أَهْلَ بَيْتِي).
Maka dari itu, yang raajih – sebagaimana ini diambil oleh para muhaqqiq – adalah ta’yin atas kelemahan diri Zaid bin Al-Hasan Al-Anmathiy. Dan untuk tambahan (ziyadah) lafadh : ‘dan ‘itrahku ahlul-baitku’ (وَعِتْرَتِي أَهْلَ بَيْتِي) adalah tambahan yang munkar, karena dibawakan oleh perawi dla’if – sebagaimana kaidah ini dijelaskan Ibnu Shalah dalam ‘Uluumul-Hadiits.
Walaupun begitu banyak hal yang menguatkan sanad Habib ini sehingga hadisnya dinyatakan shahih yaitu
- Dalam kitab Mustadrak As Shahihain Al Hakim, Juz III hal 109 terdapat hadis tsaqalain yang menyatakan bahwa A’masy mendengar langsung dari Habib.(lihat hadis no 3 di atas). Sulaiman Al A’masy yang berkata telah mendengar dari Habib bin Abi Tsabit dari Abu Tufail dari Zaid bin Arqam ra. Dan hadis ini telah dinyatakan shahih oleh Al Hakim.
- Syaikh Ahmad Syakir telah menshahihkan cukup banyak hadis dengan lafal’an dalam Musnad Ahmad salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan dengan lafal ‘an oleh A’masyi dan Habib(A’masy dari Habib dari…salah seorang sahabat).
- Hadis Sunan Tirmidzi ini telah dinyatakan hasan gharib oleh At Tirmidzi dan telah dinyatakan shahih oleh Syaikh Nashiruddin Al Albani dalam Shahih Sunan Turmudzi dan juga telah dinyatakan shahih oleh Hasan As Saqqaf dalam Shahih Sifat Shalat An Nabiy.
TANGGAPAN :
Benar secara keseluruhan bahwa riwayat-riwayat tersebut apabila dikumpulkan akan saling menguatkan sehingga menjadi riwayat HASAN LIGHAIRIHI.
Akan tetapi khusus riwayat dari Muhammad bin Humaid tidak dapat terangkat menjadi hasan lighairihi akibat jarh kepadanya adalah jarh tentang 'adalahnya.
Juga riwayat mutaba'ah bagi Muhammad bin Humaid yaitu riwayat Yahya bin Salamah (tidak tertulis dalam artikel diatas) juga tidak dapat terangkat menjadi hasan lighairihi akibat Yahya seorang yang matruk (lihat juz Abu Thahir no. 143, mengenai Yahya bin Salamah lihat At taqrib 2/304)
Masih tersisa satu riwayat lagi (tidak ada dalam artikel diatas), yaitu riwayat :
Benar secara keseluruhan bahwa riwayat-riwayat tersebut apabila dikumpulkan akan saling menguatkan sehingga menjadi riwayat HASAN LIGHAIRIHI.
Akan tetapi khusus riwayat dari Muhammad bin Humaid tidak dapat terangkat menjadi hasan lighairihi akibat jarh kepadanya adalah jarh tentang 'adalahnya.
Juga riwayat mutaba'ah bagi Muhammad bin Humaid yaitu riwayat Yahya bin Salamah (tidak tertulis dalam artikel diatas) juga tidak dapat terangkat menjadi hasan lighairihi akibat Yahya seorang yang matruk (lihat juz Abu Thahir no. 143, mengenai Yahya bin Salamah lihat At taqrib 2/304)
Masih tersisa satu riwayat lagi (tidak ada dalam artikel diatas), yaitu riwayat :
Al-Bazzar no.864
حدثنا الحسين
بن علي بن جعفر قال حَدَّثَنَا علي بن ثابت قال حَدَّثَنَا سعاد بن سليمان
عن أبي إسحاق عن الحارث عن علي قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إني
مقبوض وإني قد تركت فيكم الثقلين كتاب الله وأهل بيتي وأنكم لن تضلوا
بعدهما وأنه لن تقوم الساعة حتى يبتغى أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم
كما تبتغى الضالة فلا توجد
Telah mengabarkan kepada kami Husen bin Ali bin Ja'far telah mengabarkan kepada kami Ali bin Tsabit telah mengabarkan kepada kami Sa'ad bin Sulaiman dari Abu Ishaq dari Al harits dari Ali ra ia berkata, telah bersabda Rasulullah saw : ... Sungguh telah aku tinggalkan bagimu dua peninggalan yang berat kitabullah dan ahlul bait-ku dan kalian tidak akan tersesat setelah (mengikuti) keduanya.....
Riwayat ini LEMAH akibat Al Harits, dan juga lafal matannya syadz menyelisihi lafal yang diriwayatkan jumhur.
Al-Haarits bin ‘Abdillah Al-A’war adalah seorang yang lemah menurut jumhur muhadditsiin. Bahkan sebagian muhadditsiin memberikan jarh keras dengan mendustakaannya, seperti : Asy-Sya’biy (dalam satu perkatannya), Muslim, Ibnul-Madiiniy, dan yang lainnya. Sebagian yang lain, ada pula yang mentsiqahkannya seperti : Ibnu Ma’iin, An-Nasa’iy (dalam satu perkataannya), Ibnu Syaahin, dan Ahmad bin Shaalih Al-Mishriy. Beberapa ulama menjelaskan bahwa pendustaan mereka terhadap Al-Haarits ini karena pemikirannya yang condong kepada Syi’ah/Rafidlah, bahkan disebutkan ia berlebih-lebihan dalam masalah ini. Namun dalam periwayatan hadits, ia bukan seorang pendusta. Ia di-jarh karena lemah dalam dlabth-nya. Ahmad bin Shaalih Al-Mishriy pernah ditanya perihal pendustaan Asy-Sya’biy terhadap Al-Haarits, maka ia menjawab : “Ia (Asy-Sya’biy) tidak mendustakannya dalam hadits, namun ia hanya mendustakan pemikirannya saja” [Ats-Tsiqaat li-Ibni Syaahin, lembar 17]. Ibnu Hibban berkata : “Ia seorang berlebih-lebihan dalam tasyayyu’, dan lemah dalam hadits” [Al-Majruuhiin, 1/222]. Ibnu Hajar pun kemudian memberi kesimpulan : “….Ia telah didustakan oleh Asy-Sya’biy dan dituduh sebagai Rafidlah. Namun dalam hadits, ia lemah….” [At-Taqriib, hal. 211 no. 1036]. Adapun Adz-Dzahabiy memberi kesimpulan : “Seorang Syi’ah yang lemah (syi’iy layyin)” [Al-Kaasyif, 1/303 no. 859]. Inilah yang raajih mengenai diri Al-Haarits, wallaahu a’lam. Selengkapnya, silakan lihat Tahdziibul-Kamaal, 5/244-253 no. 1025, Tahdziibut-Tahdziib 2/145-147 no. 248, Al-Jaami’ fil-Jarh wat-Ta’diil 1/142 no. 742, dan Siyaru A’laamin-Nubalaa’ 4/152-155 no. 54.
Semua hadis di atas menyatakan dengan jelas bahwa apa yang merupakan peninggalan Rasulullah SAW yang disebut Ats Tsaqalain (dua peninggalan) itu adalah Al Quran dan Ahlul Bait as. Sebagian orang ada yang menyatakan bahwa hadis itu tidak mengharuskan untuk berpegang teguh kepada Al Quran dan Ahlul Bait melainkan hanya berpegang teguh kepada Al Quran sedangkan tentang Ahlul Bait hadis itu mengingatkan bahwa kita harus menjaga hak-hak Ahlul Bait, mencintai dan menghormati Mereka. Sebagian orang tersebut telah berdalil dengan hadis Tsaqalain Shahih Muslim, Sunan Ad Darimi dan Musnad Ahmad yang memiliki redaksi kuperingatkan kalian akan Ahlul BaitKu, dan menyatakan bahwa dalam hadis tersebut tidak terdapat indikasi untuk berpegang teguh pada Ahlul Bait.
TANGGAPAN :
Saya sepakat dengan pendapat sebagian orang yang seperti ditulis secondprince, dan ini adalah pemahaman langsung atas nash-nash dalam riwayat-riwayat diatas yang merupakan riwayat yang paling SHAHIH dan juga merupakan lafal yang ada dalam jumhur riwayat.
Dan ini merupakan pendapat ahlussunnah !!!!
Sebagian orang yang kami maksud (Ibnu Taimiyah dalam Minhaj As Sunnah dan Ali As Salus dalam Imamah Wal Khilafah). telah menyatakan bahwa hadis–hadis yang memiliki redaksi berpegang teguh kepada Ahlul Bait atau redaksi Al Quran dan Ahlul Bait selalu bersama dan tidak akan berpisah adalah TIDAK SHAHIH. Kami dengan jelas menyatakan bahwa hal ini tidaklah benar karena hadis tersebut adalah hadis yang shahih seperti yang telah kami nyatakan di atas dan cukup banyak ulama yang telah menguatkan kebenarannya. Cukuplah disini dinyatakan pendapat Syaikh Nashirudin Al Albani yang telah menyatakan shahihnya hadis Tsaqalain tersebut dalam kitab Shahih Sunan Tirmidzi, Shahih Jami’ As Saghir dan Silsilah Al Hadits Al Shahihah .
Bahwa Rasulullah SAW bersabda “Wahai manusia sesungguhnya Aku meninggalkan untuk kalian apa yang jika kalian berpegang kepadanya niscaya kalian tidak akan sesat ,Kitab Allah dan Itrati Ahlul BaitKu”.(Hadis riwayat Tirmidzi,Ahmad,Thabrani,Thahawi dan dishahihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albany dalam kitabnya Silsilah Al Hadits Al Shahihah no 1761).
TANGGAPAN :
Tidak benar yang dikatakan oleh secondprince, bahwa riwayat-riwayat tersebut berderajat berbeda-beda, ada yang shahih, ada juga yang berderajat lemah akan tetapi naik menjadi hasan lighairihi, akan tetapi ada juga yang berderajat LEMAH dan SYADZ.
Terhadap pernyataan ini kami tidak
sependapat dan dengan jelas kami menyatakan bahwa pendapat itu adalah
tidak benar. Tentu saja sebagai seorang Muslim kita harus mencintai dan
menghormati serta menjaga hak-hak Ahlul Bait tetapi hadis Tsaqalain
jelas menyatakan keharusan berpegang teguh kepada Ahlul Bait dan hal ini
telah ditetapkan dengan hadis-hadis yang shahih. Dalam hadis Tsaqalain
Shahih Muslim, Sunan Ad Darimi dan Musnad Ahmad yang memiliki redaksi
kuperingatkan kalian akan Ahlul BaitKu, juga tidak terdapat kata-kata
yang menyatakan bahwa yang dimaksud itu adalah menjaga hak-hak Ahlul
Bait, mencintai dan menghormati Mereka. Justru semua hadis ini harus
dikumpulkan dengan hadis Tsaqalain yang lain yang memiliki redaksi
berpegang teguh kepada Ahlul Bait atau redaksi Al Quran dan Ahlul Bait
selalu bersama dan tidak akan berpisah. Dengan mengumpulkan semua hadis
itu dapat diketahui bahwa peringatan Rasulullah SAW dalam kata-kata
kuperingatkan kalian akan Ahlul BaitKu, tersebut adalah keharusan
berpegang teguh kepada Ahlul Bait as.
Selesai disini tulisan secondprince .......
TANGGAPAN :
Sebagaimana diketahui bahwa hadits di
atas diucapkan Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam pada waktu yang sama dan disaksikan lebih dari seorang shahabat.
Yaitu saat haji wada’, tepatnya di
satu tempat yang bernama Khumm. Jika kita ketahui bahwa hadits ini keluar pada
orang yang satu (yaitu Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam), waktu yang satu (yaitu saat haji wada’), dan tempat yang satu (Khumm), maka lafadh hadits ini pun
sebenarnya satu. Hukum dan maknanya pun juga satu.
Oleh karena itulah, kita perlu melihat
keseluruhan lafadh hadits dari riwayat yang berbeda-beda sehingga kita bisa
melihat lafadh hadits tersebut secara utuh. Karena telah ma’lum bahwa kadang satu hadits sengaja dibawakan oleh seorang
perawi dengan meringkas, dan di lain riwayat ia bawakan secara lengkap. Juga,
kadang seorang perawi menerima hadits dengan lafadh ringkas, namun perawi
selain dirinya membawakan secara lengkap. Juga, adanya faktor kekurangan dalam
sifat hifdh dari seorang perawi
sehingga ia membawakan hadits yang semula panjang (lengkap), namun kemudian ia
bawakan secara ringkas. Dan beberapa kemungkinan yang lainnya.
Riwayat yang seolah-olah memerintahkan berpegang dengan ahlul bait adalah riwayat-riwayat di bawah ini :
Riwayat 1.
وَأَنَا
تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى
وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللَّهِ وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ فَحَثَّ عَلَى
كِتَابِ اللَّهِ وَرَغَّبَ فِيهِ ثُمَّ قَالَ وَأَهْلُ بَيْتِي
أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي
أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي
Aku akan meninggalkan kepada kalian Ats-Tsaqalain (dua hal yang berat), yaitu : Pertama, Kitabullah
yang padanya berisi petunjuk dan cahaya, karena itu ambillah ia (yaitu
melaksanakan kandungannya) dan berpegang teguhlah kalian kepadanya’. Beliau menghimbau/mendorong pengamalan Kitabullah. Kemudian beliau melanjutkan : (Kedua), dan ahlul-baitku. Aku ingatkan kalian akan Allah terhadap ahlu-baitku’ – beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali – [Riwayat Imam Muslim]
Riwayat 2.
كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ مَنْ اسْتَمْسَكَ بِهِ وَأَخَذَ بِهِ كَانَ عَلَى الْهُدَى وَمَنْ أَخْطَأَهُ ضَلَّ
“Yaitu Kitabullah
yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Barangsiapa yang
berpegang teguh dengannya dan mengambil pelajaran dari dalamnya maka dia
akan berada di atas petunjuk. Dan barangsiapa yang menyalahinya, maka
dia akan tersesat”. [Riwayat Imam Muslim]
Riwayat 3.
أَلَا
وَإِنِّي تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَحَدُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ عَزَّ
وَجَلَّ هُوَ حَبْلُ اللَّهِ مَنْ اتَّبَعَهُ كَانَ عَلَى الْهُدَى وَمَنْ
تَرَكَهُ كَانَ عَلَى ضَلَالَةٍ
'Ketahuilah sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kalian dua perkara yang sangat besar. Salah
satunya adalah Al Qur'an, barang siapa yang mengikuti petunjuknya maka
dia akan mendapat petunjuk. Dan barang siapa yang meninggalkannya maka
dia akan tersesat." [Riwayat Imam Muslim]
Riwayat 4.
وَإِنِّي
تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى
وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ فَحَثَّ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ وَرَغَّبَ فِيهِ قَالَ
وَأَهْلُ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ
اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي
Sesungguhnya aku telah meninggalkan dua perkara yang sangat berat di tengah-tengah kalian. Yang
pertama adalah Kitabullah 'azza wajalla. Di dalamnya terdapat petunjuk
dan cahaya. Karena itu, ambillah dan berpegang-teguhlah kalian dengannya". Beliau memberikan motivasi terkait dengan kitabullah dan mendorongnya. Kemudian beliau bersabda lagi : "Dan
(yang kedua adalah) ahlul-baitku. Aku ingatkan kalian kepada Allah akan
ahli baitku, aku ingatkan kalian kepada Allah akan ahlul-baitku, aku
ingatkan kalian karena Allah terhadap akan ahlul-baitku." [Riwayat Imam Ahmad 4/366-367]
Riwayat 5.
إِنِّي
قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ الثَّقَلَيْنِ أَحَدُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ الْآخَرِ
كِتَابُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ حَبْلٌ مَمْدُودٌ مِنْ السَّمَاءِ إِلَى
الْأَرْضِ وَعِتْرَتِي أَهْلُ بَيْتِي أَلَا إِنَّهُمَا لَنْ يَفْتَرِقَا
حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ
“Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara yang sangat berat, salah satunya lebih besar dari yang lain; Kitabullah, tali yang dibentangkan dari langit ke bumi, dan ‘itrahku ahlul-baitku, keduanya tidak akan berpisah hingga mereka tiba di telagaku” [Riwayat Imam Ahmad 3/26]
Inilah lima riwayat yang menjelaskan bahwa kepada ahlul bait Nabi saw tidak memerintahkan untuk berpegang teguh dengannya, beliau memerintahkan untuk berbuat baik kepada ahlul bait Nabi saw.
Adapun riwayat-riwayat di bawah ini, seolah-olah memerintahkan kita untuk berpegang teguh dengan ahlul bait, padahal tidak. Mari bersama-sama kita perhatikan.
Riwayat 6.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا كِتَابَ اللَّهِ وَعِتْرَتِي أَهْلَ بَيْتِي
"Wahai sekalian manusia, sesungguhnya
aku telah meninggalkan di tengah-tengah kalian sesuatu yang jika kalian
berpegang dengannya, maka kalian tidak akan pernah sesat, yaitu
Kitabullah, dan ‘itrahku ahlul-baitku" [Riwayat Imam Tirmidzi no. 3786].
Perhatikan lafal "bihi" diatas, lafal ini menunjukkan kepada SATU jenis saja, yaitu kitabullah, bukan ahlul bait. Yaitu perpegang kepada kitabullah bukan kepada ahlul bait.
Sehingga penulisan terjemahannya seharusnya begini :
"Wahai sekalian manusia, sesungguhnya
aku telah meninggalkan di tengah-tengah kalian sesuatu yang jika kalian
berpegang dengannya, maka kalian tidak akan pernah sesat, yaitu
Kitabullah.
Dan ‘itrahku ahlul-baitku "
[Riwayat Imam Tirmidzi no. 3786].
Riwayat 7.
إِنِّي تَارِكٌ فِيكُمْ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِ
لَنْ تَضِلُّوا بَعْدِي أَحَدُهُمَا أَعْظَمُ مِنْ الْآخَرِ كِتَابُ
اللَّهِ حَبْلٌ مَمْدُودٌ مِنْ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ وَعِتْرَتِي
أَهْلُ بَيْتِي وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ
فَانْظُرُوا كَيْفَ تَخْلُفُونِي فِيهِمَا
“Sesungguhnya
aku telah meninggalkan untuk kalian sesuatu yang sekiranya kalian
berpegang teguh dengannya, niscaya kalian tidak akan tersesat
sepeninggalku, salah satu dari keduanya itu lebih besar dari yang lain, yaitu; Kitabullah adalah tali yang Allah bentangkan dari langit ke bumi.
Dan ‘itrahku ahli baitku.
Dan keduanya tidak akan berpisah hingga keduanya datang menemuiku di
telaga, oleh karena itu perhatikanlah oleh kalian, apa yang kalian
perbuat terhadap keduanya sesudahku"
[Riwayat Imam Tirmidzi no. 3788].
Sama dengan pembahasan riwayat sebelumnya, perhatikanlah lafal "bihi", lafal ini hanya menunjuk kepada SATU jenis saja, yaitu kitabullah.
Riwayat 8.
إني تارك فيكم ما إن تمسكتم به لن تضلوا كتاب الله عز وجل وعترتي أهل بيتي وإنهما لن يتفرقا حتى يردا علي الحوض
“Aku tinggalkan untuk kalian yang apabila kalian berpegang-teguh dengannya maka kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah ‘azza wa jalla.
Dan ‘itrahku ahlul-baitku.
Dan keduanya tidak akan berpisah hingga kembali kepadaku di Al-Haudl”
[Al-Ma’rifah wat-Taarikh 1/536; shahih]
Terdapat lafal "bihi" sebagai qarinah bahwa yang dimaksud berpagang teguh hanya kepada SATU jenis saja, yaitu kitabullah.
Riwayat 9.
قَدْ تَرَكْت فِيكُمْ مَا إنْ أَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا كِتَابَ اللَّهِ بِأَيْدِيكُمْ وَأَهْلَ بَيْتِي
Sungguh
telah aku tinggalkan bagi kalian yang jika kalian berpegang teguh
dengannya maka kalian tidak akan tersesat yaitu Kitabullah yang berada
di tangan kalian.
Dan Ahlul-Bait-ku”
[Musykiilul Atsar 3/56].
Lafal "bihi" diatas menunjukkan kepada kitabullah.
Inilah 4 riwayat yang menjelaskan bahwa perintah berpagang teguh menggunakan lafal "bihi" yang bermakna hanya kepada SATU saja, yaitu kitabullah. Dan ini adalah merupakan jumhur riwayat.
Dan hanya ada 2 riwayat yang menggunakan lafal "bihima", sehingga dua riwayat ini syadz menyelisihi riwayat jumhur. Dan lagi derajat riwayatnya adalah LEMAH.
Riwayat tersebut adalah sbb :
Riwayat 10.
Sungguh telah aku tinggalkan bagi kalian dua peninggalan yang berat, kitabullah dan ahlul bait-ku, dan kamu tidak akan tersesat setelah (mengikuti) keduanya. [Riwayat Al Bazzar no. 864]
Riwayat ini menggunakan lafal "ba'da huma". Riwayat ini LEMAH akibat Al Harits.
Riwayat 11.
Riwayat tersebut adalah sbb :
Riwayat 10.
قد تركت فيكم الثقلين كتاب الله وأهل بيتي وأنكم لن تضلوا
بعدهما
Sungguh telah aku tinggalkan bagi kalian dua peninggalan yang berat, kitabullah dan ahlul bait-ku, dan kamu tidak akan tersesat setelah (mengikuti) keduanya. [Riwayat Al Bazzar no. 864]
Riwayat ini menggunakan lafal "ba'da huma". Riwayat ini LEMAH akibat Al Harits.
Riwayat 11.
أيها الناس إني تارك فيكم أمرين لن تضلوا إن اتبعتموهما وهما كتاب الله وأهل بيتي عترتي
”Wahai sekalian manusia, aku tinggalkan kepadamu dua hal atau perkara, yang apabila kamu mengikuti keduanya maka kamu tidak akan tersesat yaitu Kitabullah dan ahlul-baitku ‘itrahku” [Mustadrak Imam Hakim no. 4577]
Riwayat ini menggunakan lafal "huma". Tetapi riwayat ini LEMAH akibat Muhammad bin Salamah.
Inilah riwayat-riwayat tentang TSAQALAIN, dimana riwayat ini hanya diucapkan oleh Nabi saw satu kali saja, dan disana tidak ada perintah untuk berpagang dengan ahlul bait.
Sedangkan lafal perintah berpagang dengan ahlul bait adalah lafal yang menyendiri (syadz) dan diriwayatkan oleh perawi yang dhaif.
KESIMPULANNYA :
Bahwa hadits tsaqalain adalah wasiyat Rasulullah saw untuk :
1. Berpegang teguh dengan kitabullah
2. Menghormati dan memuliakan ahlul bait Rasulullah saw.
حَدَّثَنِي
يَحْيَى بْنُ مَعِينٍ وَصَدَقَةُ قَالَا أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
جَعْفَرٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ وَاقِدِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ
ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ ارْقُبُوا
مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَهْلِ بَيْتِهِ
Telah
menceritakan kepadaku Yahyaa bin Ma’iin dan Shadaqah, mereka berdua
berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Ja’far, dari
Syu’bah, dari Waaqid bin Muhammad, dari ayahnya, dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa, ia berkata : Telah berkata Abu Bakr : “Peliharalah hubungan dengan Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam dengan cara menjaga hubungan baik dengan ahlul-bait beliau” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3751].
Berpegang kpd Quran dan Ahlbayt tidak ribet krn posisi Ahlbayt lebih mulia dibanding yg lain,,sebaliknya berpegang kpd Quran dan Sunah ?? ribet bin ruwet,,,kapan sunah itu dicatat ? Siapa yg catat ? Sahabat ? Yg mana ? Wah bingung...jgn2 sahabat pura2 dr Yahudi yg ngaku muslim....
BalasHapus