SP berkata :
Riwayat ‘Amru bin Sufyan
Riwayat ‘Amru bin Sufyan ini memiliki banyak jalur periwayatan
yang jika dikumpulkan akan nampak idhthirab pada sanad-sanadnya. Orang
itu berusaha menguatkan hadis ini dengan menafikan idhthirab pada
sanad-sanad riwayat ‘Amru bin Sufyan. Iaberusaha menerapkan metode tarjih untuk
menguatkan hujjahnya tapi sayang sekali terlihat jelas bahwa apa yang ia
lakukan hanya akal-akalan basi demi membela hadis yang sesuai dengan hawa
nafsunya.
JAWAB :
Metode tarjih yang diterapkan sudah benar tidak sesuai dengan hawa nafsu, sebagaimana yang akan kita bahas.
SP berkata :
Diriwayatkan dalam Musnad Ahmad 1/114, Fadha’il Ash Shahabah Ahmad
bin Hanbal no 477, As Sunnah Abdullah bin Ahmad no 1333, Al Ilal Daruquthni no
442 dengan jalan sanad dari
‘Abdurrazaaq dari Sufyan dari Aswad bin Qais dari seorang laki-laki dari Aliy. Berikut riwayat Ahmad dalam Musnad-nya
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَنْبَأَنَا
سُفْيَانُ، عَنِ الْأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ رَجُلٍ، عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّهُ قَالَ يَوْمَ الْجَمَلِ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم لَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا عَهْدًا نَأْخُذُ بِهِ فِي
إِمَارَةِ، وَلَكِنَّهُ شَيْءٌ رَأَيْنَاهُ مِنْ قِبَلِ أَنْفُسِنَا، ثُمَّ
اسْتُخْلِفَ أَبُو بَكْرٍ، رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَى أَبِي بَكْرٍ، فَأَقَامَ
وَاسْتَقَامَ، ثُمَّ اسْتُخْلِفَ عُمَرُ رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَى عُمَرَ، فَأَقَامَ
وَاسْتَقَامَ، حَتَّى ضَرَبَ الدِّينُ بِجِرَانِهِ
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq yang memberitakan
kepada kami Sufyan dari Al Aswad bin Qais dari seorang laki-laki dari Aliy
[radiallahu ‘anhu] bahwa ia berkata pada saat perang Jamal “Sesungguhnya
Rasulullah [shallallaahu ‘alaihi wa sallam] tidak pernah berwasiat kepada kami
satu wasiatpun yang mesti kami ambil dalam masalah kepemimpinan. Akan tetapi
hal itu adalah sesuatu yang kami pandang menurut pendapat kami, kemudian diangkatlah
Abu Bakar menjadi Khalifah, semoga Allah mencurahkan rahmatnya kepada Abu
Bakar. Ia menjalankan dan istiqamah di dalam menjalankannya, kemudian
diangkatlah Umar menjadi Khalifah semoga Allah mencurahkan rahmatnya kepada
Umar maka dia menjalankan dan istiqamah di dalam menjalankannya sampai agama
ini berdiri kokoh karenanya [Musnad Ahmad 1/114]
Abdurrazzaq dalam periwayatannya dari Sufyan memiliki mutaba’ah
yaitu Zaid bin Hubaab sebagaimana yang disebutkan dalam As Sunnah Abdullah bin
Ahmad bin Hanbal no 1327 dan Abul Yahya Al Himmaniy sebagaimana disebutkan
dalam Al Ilal Daruquthniy no 442. Riwayat ini sanadnya shahih sampai Aswad bin
Qais. Tidak diketahui laki-laki yang meriwayatkan dari Aliy maka hadis tersebut
kedudukannya dhaif.
JAWAB :
SP
memotong pengertian, ia mengatakan hadits ini kedudukannya dhaif,
padahal ada terusannya, yaitu dhaif, sampai diketahui siapa laki-laki
tersebut. Dan dalam pembahasan selanjutnya dapat ditemukan siapakah
laki-laki tersebut.
SP berkata :
Kemudian diriwayatkan dalam As Sunnah Abdullah bin Ahmad no 1334,
Al Ilal Daruquthniy no 442, Ad Dalaa’il Baihaqiy 6/439, Al I’tiqaad Baihaqiy
hal 502-503 dan Tarikh Al Khatib 4/276-277 dengan jalan sanad dari Sufyan dari Aswad bin Qais dari ‘Amru bin
Sufyan dari Aliy. Berikut sanadnya dalam
riwayat Abdullah bin Ahmad bin Hanbal
حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، نا
أَبُو دَاوُدَ الْحَفَرِيُّ، عَنْ عِصَامِ بْنِ النُّعْمَانِ، عَنْ سُفْيَانَ،
عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ، قَالَ: ” خَطَبَ عَلِيٌّ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَوْمَ الْجَمَلِ
Telah menceritakan kepadaku Abu Bakar bin Abi Syaibah yang berkata
telah menceritakan kepada kami Abu Dawud Al Hafariy dari ‘Ishaam bin Nu’maan
dari Sufyaan dari Al Aswad bin Qais dari ‘Amru bin Sufyan yang berkata “Ali
berkhutbah pada saat perang Jamal [As Sunnah Abdullah bin Ahmad no 1334]
Dalam riwayat Baihaqiy yaitu dalam Ad Dalaa’il dan Al I’tiqaad
disebutkan bahwa Syu’aib bin Ayuub meriwayatkan dari Abu Dawud Al Hafariy dari
Sufyan tanpa menyebutkan ‘Ishaam bin Nu’man. Hal ini keliru, karena dalam
riwayat Daruquthni disebutkan dari Syu’aib bin Ayuub dari Abu Dawud Al Hafariy
dari ‘Ishaam bin Nu’maan dari Sufyan. Kemudian dalam riwayat Al Khatib
disebutkan dari Al Hafariy dari ‘Aashim bin Nu’maan dari Sufyan.
Riwayat ini sanadnya dhaif atau tidak tsabit sampai Aswad bin Qais
karena ‘Ishaam bin Nu’man atau ‘Aashim bin Nu’man adalah seorang yang majhul tidak diketahui kredibilitasnya bahkan
namanya pun tidak jelas apakah ‘Ishaam ataukah ‘Aashim dan yang meriwayatkan
darinya hanya satu orang yaitu Abu Dawud Al Hafariy.
‘Ishaam bin Nu’maan dalam periwayatannya dari Sufyaan memiliki
mutaba’ah yaitu dari Husain bin Walid sebagaimana disebutkan dalam Amaliy Al
Jurjaniy no 13 yaitu dengan jalan sanad berikut
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ
الْحَسَنِ، ثَنا مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ السُّلَمِيُّ، ثنَا الْحُسَيْنُ بْنُ
الْوَلِيدِ، ثنا سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ
الْعَبْدِيِّ، عَنْ عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ الثَّقَفِيِّ
Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Al Husain bin Al Hasan
yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yazid As Sulamiy yang
berkata telah menceritakan kepada kami Husain bin Waliid yang berkata telah
menceritakan kepada kami Sufyan Ats Tsawriy dari Aswad bin Qais Al ‘Abdiy dari
‘Amru bin Sufyan Ats Tsaqafiy [Amaliy Al Jurjaniy no 13]
Sanad ini dhaif jiddan atau tidak tsabit sanadnya sampai Aswad bin
Qais karena Muhammad bin Yazid As
Sulamiy, Ibnu Hibban
memasukkannya dalam Ats Tsiqat [Ats Tsiqat juz 9 no 15677]. Daruquthni berkata
“dhaif” [Ma’usuah Qaul Daruquthni no 3424]. Daruquthni juga berkata “ia
memalsukan hadis dari para perawi tsiqat” [Ta’liqat Daruquthni ‘Ala Al
Majruuhiin Ibnu Hibban 1/277]. Al Khatib berkata “matruk al hadits” [Tarikh
Baghdad 2/289].
JAWAB :
Setuju,
bahwa riwayat ini dhaif dan tidak dapat dijadikan penguat, tapi ada
pula ulama yang berpendapat bahwa perawi majhul 'ain dapat dijadikan
penguat sebagaimana Isham bin Nu'man. (mungkin Ust. Abul Jauza
berpendapat demikian) atau mungkin penghasanan Imam Dzahabi (dalam
tarikh Islam) bisa menjadi bahan pertimbangan.
SP berkata :
Kemudian disebutkan dalam As Sunnah Abdullah bin Ahmad no 1336, Al
Ilal Daruquthni no 442, Al I’tiqaad Baihaqiy hal 503-504, Adh Dhu’afa Al
Uqailiy 1/165, Al Mukhtaran Al Maqdisiy no 470 & 471, dengan jalan sanad dari Abu Ashim An Nabiil dari Aswad bin Qais dari
Sa’id bin ‘Amru bin Sufyan dari Ayahnya dari Aliy. Berikut sanadnya dalam riwayat Abdullah bin
Ahmad
حَدَّثَنَا أَبُو يَحْيَى مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ
الرَّحِيمِ ثِقَةٌ، وَأَنَا أَبُو عَاصِمٍ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ
قَيْسٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ، عَنْ أَبِيهِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Yahya Muhammad bin ‘Abdurrahiim
tsiqat menceritakan kepada kami Abu ‘Aashim dari Sufyaan dari Al Aswad bin Qais
dari Sa’id bin ‘Amru bin Sufyan dari ayahnya [As Sunnah Abdullah bin Ahmad
no 1336]
Riwayat ini sanadnya shahih sampai Al Aswad bin Qais dan Abu Ashim
An Nabiil adalah Dhahhak bin Makhlaad Asy
Syaibaniy termasuk perawi Bukhari Muslim yang dinyatakan
tsiqat oleh Ibnu Ma’in, Al Ijliy dan Ibnu Sa’ad. Umar bin Syabbah berkata “demi
Allah aku tidak pernah melihat orang yang sepertinya”. Al Khaliliy berkata
disepakati atasnya zuhud, alim, agamanya dan keteguhannya. Ibnu Hibban
memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Ibnu Qani’ berkata “tsiqat ma’mun” [At Tahdzib
juz 4 no 793]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat lagi tsabit” [At Taqrib 1/444].
Sa’id bin ‘Amru bin Sufyan tidak dikenal kredibilitasnya atau
majhul, yang meriwayatkan darinya hanya Al Aswad bin Qais yaitu dalam hadis
ini. Ibnu Abi Hatim dalam biografi Sa’id bin ‘Amru bin Sufyan berkata
سعيد بن عمرو بن سفيان روى عن ابيه عمرو بن سفيان
روى عنه الاسود بن قيس في حديث تفرد أبو عاصم النبيل في ادخاله سعيدا في الاسناد
فيما رواه عن الثوري عن الاسود ولا يتابع عليه
Sa’id bin ‘Amru bin Sufyan meriwayatkan dari ayahnya ‘Amru bin
Sufyan, telah meriwayatkan darinya Al Aswad bin Qais dalam hadis dimana Abu
‘Aashim An Nabiil bersendirian dalam memasukkan Sa’id dalam sanad yang ia
riwayatkan dari Sufyan dari Al Aswad, ia tidak memiliki mutaba’ah [Al Jarh
Wat Ta’dil 4/53 no 230]
Kemudian orang itu berkata perkataan Ibnu Abi Hatim ini dapat
bermakna penta’lilan menurut ulama mutaqaddimin terutama jika terdapat
perselisihan. Perkataan ini tidak ada nilainya, pernyataan Ibnu Abi Hatim
“tidak memiliki mutaba’ah” tidak sedikitpun memudharatkan riwayat Abu ‘Aashim
An Nabiil karena ia seorang yang tsiqat tsabit. Seandainya pun ada perselisihan
maka dilihat siapa yang berselisih dengan Abu ‘Aashim An Nabiil tersebut
bukannya sembarangan berkata ma’lul [cacat].
JAWAB :
Perkataan
Ibnu Abi Hatim : Abu 'Ashim An Nabil bersendirian dalam memasukkan Said
dalam sanad ... dan tidak mempunyai mutaba'ah ... "
Perkataan
tersebut dapat difahami sebagai penta'lilan, apalagi terdapat
perselisihan, dimana jalur sanad pada riwayat Abdurrazak dan Qutaibah
dan Abu Nu'aim setelah Al Aswad hanya terdapat 1 perawi, dan
diperselisihkan (antara : perawi mubham, atau Amr bin Sufyan, atau
Qais), sedangkan dalam riwayat 'Ashim terdapat 2 perawi, (yaitu Said dan
Amr bin Sufyan). Sehingga menurut Ibnu Abi Hatim riwayat ini cacat.
SP berkata :
قال قتيبة حدثنا جرير عن سفيان عن الأسود بن قيس
عن أبيه عن علي رضى الله تعالى عنهم لم يعهد إلينا النبي صلى الله عليه وسلم في
الإمرة شيئا
Qutaibah berkata telah menceritakan kepada kami Jarir dari Sufyaan
dari Al Aswaad bin Qais dari ayahnya dari Ali radiallahu ta’ala ‘anhum “Nabi
[shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak mewasiatkan kepada kami sedikitpun tentang
kepemimpinan” [Tarikh Al Kabir Bukhari juz 6
no 2565]
Orang itu setelah mengutip hadis ini berkata sanad riwayat
ini lemah karena tidak diketahui apakah Qutaibah mendengar dari Jarir sebelum
atau sesudah masa ikhtilathnya. Pernyataan ini patut diberikan catatan karena
riwayat Qutaibah dari Jarir telah disebutkan dalam kitab Shahih Bukhari dan
Muslim. Maka disini terdapat qarinah yang menguatkan bahwa Qutaibah mendengar
dari Jarir sebelum masa ikhtilathnya itu pun jika memang benar Jarir bin Abdul
Hamiid mengalami ikhtilath. Sanad riwayat Bukhari ini shahih sampai Al Aswad
bin Qais [setidaknya shahih sesuai dengan syarat Bukhari Muslim]
JAWAB :
Benar
Qutaibah dari Jarir telah disebutkan dalam shahih Bukhari dan Muslim,
akan tetapi ketika disebutkan dalam riwayat selain mereka berdua harus
dilihat, bila mendengar sebelum ikhtilath diterima, bila mendengarnya
sesudah ikhtilath atau tidak diketahui sebelum atau sesudah ikhtilath,
maka riwayatnya ditolak.
Dan tentang ikhtilathnya Jarir disebutkan dalam tahdzbut tahdzib.
SP berkata :
Yang perlu diperhatikan adalah Bukhari tidak memasukkan hadis ini
dalam biografi Qais Al Abdiy ayah Aswad bin Qais sebagaimana bisa dilihat dalam
biografi Qais [Tarikh Al Kabir juz 7 no 663]. Bukhari malah memasukkan hadis di
atas dalam biografi ‘Amru bin Sufyan [Tarikh Al Kabir Bukhari juz 6 no 2565].
Hal ini menunjukkan bahwa hadis di atas adalah bagian dari idhthirab riwayat
‘Amru bin Sufyan.
Hal ini telah disinyalir oleh Ibnu Hajar. Dalam biografi Qais Al
Abdiy ia mengutip riwayatnya dalam Musnad Ali yang dikeluarkan Nasa’i dari Ali
tentang kepemimpinan kemudian mengutip berbagai riwayat ‘Amru bin Sufyan [At
Tahdzib juz 8 no 733]. Setelah itu dalam At Taqrib ia berkata
قيس العبدي والد الأسود مقبول من الثانية وفي
الحديث الذي أخرجه له النسائي اضطراب
Qais Al Abdiy ayahnya Al Aswad maqbul termasuk thabaqat kedua dan
hadisnya yang dikeluarkan oleh Nasa’i idhthirab [At Taqrib 2/36]
Dengan kata lain tidak tsabit periwayatannya dari Ali tentang
hadis ini karena hadis ini sendiri idhthirab pada sanadnya. Benarkah demikian?
Tentu jika mengumpulkan riwayat yang shahih, yang dhaif dan yang tidak ternukil
sanad lengkapnya maka akan banyak sekali bukti bahwa hadis tersebut idhthirab.
Dan seandainya kita hanya mengumpulkan riwayat yang sanadnya shahih hingga Al Aswad
bin Qais [sebagaimana yang telah dibahas di atas] maka idhthirab itu pun juga
nampak jelas
- Riwayat Sufyan dari Al Aswad bin Qais dari seorang laki-laki dari Aliy
- Riwayat Sufyan dari Al Aswad bin Qais dari Sa’id bin ‘Amru bin Sufyan dari ayahnya dari Aliy
- Riwayat Sufyan dari Al Aswad bin Qais dari ayahnya dari Aliy
Daruquthni dan Al Khatib menyatakan bahwa hadis ‘Amru bin Sufyan
tersebut idhthirab dan menisbatkan hal itu pada Ats Tsawriy. Menurut kami
diantara Sufyan Ats Tsawriy dan Al Aswad bin Qais, yang lebih mungkin mengalami
idhthirab adalah Al Aswad bin Qais karena tingkat ketsiqatan dan dhabit Sufyan
Ats Tsawriy lebih tinggi dari Al Aswad bin Qais.
JAWAB :
Sepintas
memang kelihatan riwayat Amr bin Sufyan ini mengalami idhthirab, akan
tetapi bila diteliti lebih lanjut, ternyata tidak. Mari bersama-sama
kita buktikan :
1. Riwayat mubham sanadnya shahih hingga kepada Ali ra.
2. Riwayat no. 2 mengalami cacat akibat kesendirian 'Ashim dalam memasukkan Said dalam sanad dan tidak mempunyai mutaba'ah.
3. Riwayat no. 3 tidak shahih sampai kepada Sufyan akibat ikhtilathnya Jarir bin Abdul Hamid.
Sehingga tersisalah sanad yang asli adalah sanad no. 1.
Untuk
mengetahui siapakah perawi mubham tersebut, harus diambil dari riwayat
selain Tsawriy yang menurut Imam Daraqutni dan Al Khalal bahwa idhthirab
tersebut disebabkan oleh Imam Sufyan Ats Tsawriy, dan riwayat tersebut
diriwayatkan oleh Abu Nu'aim :
حَدَّثَنَا
أَبُو نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا شَرِيكٌ، عَنِ الْأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ ، عَنْ
عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ ، قَالَ: خَطَبَ رَجُلٌ يَوْمَ الْبَصْرَةِ
حِينَ ظَهَرَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَقَالَ عَلِيٌّ: هَذَا الْخَطِيبُ
الشَّحْشَحُ، " سَبَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَصَلَّى أَبُو بَكْرٍ، وَثَلَّثَ عُمَرُ، ثُمَّ خَبَطَتْنَا فِتْنَةٌ بَعْدَهُمْ،
يَصْنَعُ اللَّهُ فِيهَا مَا شَاءَ "
Telah
menceritakan kepada kami Abu Nu’aim : Telah menceritakan kepada kami Syariik,
dari Al-Aswad bin Qais, dari ‘Amru bin Sufyaan, ia berkata : Seorang laki-laki
berkhutbah pada peristiwa Bashrah (perang Jamal) ketika ‘Aliy radliyallaahu
‘anhu memenangkan peperangan, lalu ‘Aliy berkata : “Khathiib ini pandai
berbicara”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah mendahului.
Dan Abu Bakr pun menyusul, dan yang ketiga ‘Umar pun menyusul juga. Kemudian
kami tertimpa fitnah setelah mereka. Allah berbuat padanya menurut
kehendak-Nya” [Diriwayatkan oleh Ahmad 1/147].
Sanad
ini lemah karena ikhtilathnya Syarik, akan tetapi dapat dijadikan
qarinah sanad diluar sanad Tsawriy. Sehingga tersingkaplah siapakah
laki-laki tersebut, yaitu Amr bin Sufyan.
SP berkata :
Ada riwayat ‘Amru bin Sufyan yang lain tentang hadis ini yang
sanadnya tidak melalui jalur Al Aswad bin Qais Al Abdiy yaitu riwayat dengan
sanad berikut
وَحَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي دَاوُدَ، قَالَ:
حَدَّثَنَا أَيُّوبُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْوَزَّانُ، قَالَ: حَدَّثَنَا مَرْوَانُ،
قَالَ: حَدَّثَنَا مُسَاوِرٌ الْوَرَّاقُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dawud yang berkata telah
menceritakan kepada kami Ayuub bin Muhammad Al Wazzaan yang berkata telah
menceritakan kepada kami Marwan yang berkata telah menceritakan kepada kami
Musawwir Al Warraaq dari ‘Amru bin Sufyaan [Asy Syari’ah Al Ajjuriy 2/441]
Riwayat ini mengandung illat [cacat] yaitu Marwan bin Mu’awiyah Al Fazaariy ia seorang tsiqat hafizh tetapi sering
melakukan tadlis dalam penyebutan
nama-nama gurunya [At Taqrib 2/172].
Penyifatan Ibnu Hajar terhadap Marwan ini berdasarkan pernyataan ulama
mutaqaddimin seperti Ibnu Ma’in yang menyatakan bahwa ia sering mengubah nama
gurunya sebagai bentuk tadlisnya dan pernyataan Abu Dawud bahwa ia sering
membolak balik nama, dan Marwan dikenal sering meriwayatkan dari syaikhnya para
perawi majhul [At Tahdzib juz 10 no 178].
Apa yang dilakukan Marwan bin Mu’awiyah itu dalam ilmu hadis
dikenal dengan istilah tadlis syuyukh yaitu mengubah nama syaikh [gurunya]
untuk menutupi kelemahan hadis yang dibawakan. Hadis di atas termasuk dalam
tadlis Marwan bin Muawiyah dengan berbagai qarinah berikut
- Tidak dikenal Marwan meriwayatkan dari Musaawir Al Warraaq atau tidak dikenal Marwan sebagai murid Musaawir Al Warraaq, tidak ditemukan baik dalam biografi Marwan bin Muawiyah dan biografi Musaawir Al Warraaq bahwa mereka memiliki hubungan guru dan murid.
- Disebutkan dalam biografi perawi bahwa riwayat di atas adalah milik Musaawir yang tidak dikenal nasabnya sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Hajar dan Al Mizziy. Ibnu Hajar berkata ia adalah syaikh [guru] Marwan bin Mu’awiyah yang majhul [At Taqrib 2/174]. Adz Dzahabiy juga menyatakan ia majhul [Al Mizan no 8448 & Al Mughni no 6183]
- Disebutkan dalam riwayat lain bahwa Marwan bin Mu’awiyah meriwayatkan hadis ini dari Sawwaar perawi yang majhul sebagaimana disebutkan Al Qaasim bin Tsabit dalam Ad Dalaa’il Fii Gharibil Hadits 2/586 no 307 dan Al Hakim dalam Al Mustadrak 3/104.
Jadi hadis ini sebenarnya diriwayatkan oleh Marwan dari salah satu
syaikhnya yang majhul yaitu Musawwir atau Sawwaar [tidak jelas siapa namanya]
kemudian Marwan dalam salah satu periwayatannya mengubahnya menjadi Musaawir Al
Warraaq sebagai salah satu bentuk tadlis syuyukh-nya.
Terdapat Illat [cacat] lain dalam riwayat Marwan bin Mu’awiyah di
atas, Al Mu’allimiy menyebutkan bahwa Marwan bin Mu’awiyah pernah melakukan
tadlis taswiyah selain tadlis suyukh [At Tankiil 1/431]. Hal ini juga
diisyaratkan Abu Dawud dalam Su’alat Al Ajjury bahwa Marwan pernah meriwayatkan
dari Abu Bakar bin ‘Ayasy dari Abu Shalih dan menghilangkan nama seorang perawi
di antara keduanya [Su’alat Abu Dawud Al Ajjuriy no 204]. Pentahqiq kitab
Su’alat Abu Dawud tersebut berkomentar bahwa Marwan bin Muawiyah melakukan
tadlis taswiyah dan tadlis syuyukh. Ibnu Ma’in menyebutkan bahwa perawi yang
dihilangkan namanya itu adalah Al Kalbiy [Tarikh Ibnu Ma’in riwayat Ad Duuriy
no 2241].
Perawi yang melakukan tadlis taswiyah maka hadisnya diterima jika
ia menyebutkan sima’ hadisnya dari Syaikh [gurunya] dan gurunya tersebut juga
menyebutkan sima’-nya dari gurunya. Intinya terdapat lafaz tahdits atau sima’
hadis pada dua thabaqat dari perawi yang tertuduh tadlis taswiyah. Bahkan
beberapa ulama mensyaratkan bahwa lafaz tahdits atau sima’ itu harus ada pada
setiap thabaqat sanad sampai ke sahabat. Dalam riwayat di atas Marwan bin
Mu’awiyah memang menyebutkan lafaz sima’ dari syaikh-nya Musawwir tetapi ia
tidak menyebutkan lafaz sima’ Musawwir dari ‘Amru bin Sufyan, maka hadisnya
tidak bisa diterima. Bisa saja diantara Musawwir dan ‘Amru bin Sufyan terdapat
perawi dhaif atau majhul yang dihilangkan namanya oleh Marwan bin Mu’awiyah.
JAWAB :
Walaupun
Marwan seorang mudallas, tapi riwayatnya bisa dijadikan penguat.
Mengenai menisbahkan Musawwir Al Waraq kepada Sawwar atau Musawwir
syaikhnya Marwan yang majhul boleh-boleh saja, akan tetapi menisbahkan
Musawwir Al Waraq kepada Musawwir Al Waraq Asy Syair juga tidak dapat
disalahkan. Walau bagaimanapun juga ada ulama yang berpendapat dapat
menguatkan sanad dengan sanad-sanad dari perawi majhul dikarenakan
banyak jalan-jalannya.
STATUS HADITS YANG BANYAK SANADNYA, NAMUN TERDIRI DARI PEROWI MAJHUL
Soal no. 89 :
Isytihad
(menguatkan hadits) dengan banyaknya jalan, tetapi semua jalan ada rowi
majhulnya, bukankah ini menunjukkan bahwa rowi majhul tersebut pendusta
atau matruk ?
Jawaban :
Seandainya
rowi tersebut pendusta atau matruk tentu para Aimah tidaklah asing
tentang keadaannya, adapun majhul hal maka mereka sepakat untuk bisa
dijadikan penguat. Jika hadits datang dengan jalan yang banyak yang
menunjukkan hadits tersebut memiliki asal, maka ketika itu jiwa merasa
tenang untuk berhujjah dengannya dan dapat menaikkan derajatnya kepada
hadits Hasan li ghoirihi. Kalau ada pertanyaan berapa banyak jalan yang
bisa menguatkan hadits ? maka perkara ini adalah ijtihadiyah terjadang
kita menerima hadits dengan jalan yang banyak yang masing-masing
jalannya ada rowi yang majhul ‘ain atau yang lebih ringan dari itu,
terkadang juga kita menolaknya, karena kita melihat ada kemungkarannya,
atau juga majhul ‘ain tadi diriwayatkan orang tsiqoh tentu berbeda
dengan majhul ‘ain yang diriwayatkan rowi yang dhoif. Lihat itifahun
Nabil jilid 1.
Kita lihat bahwa semua riwayat mengacu kepada Amr bin Sufyan, dan hanya satu jalan yang mengacu kepada Qais.
SP berkata :
Secara keseluruhan hadis ‘Amru bin Sufyan yang melalui jalan Al
Aswad bin Qais dan yang melalui jalan Musawwir kedudukannya dhaif dan bisa
dikatakan tidak ada asalnya atau berasal dari perawi majhul. Riwayat Al
Aswad bin Qais tersebut mudhtharib dan sumber idhthirabnya adalah Al Aswad bin
Qais. Disebutkan bahwa Ali bin Madini menyatakan Al Aswad bin Qais meriwayatkan
dari beberapa perawi majhul yang tidak dikenal [At Tahdzib juz 1 no 622]. Jadi
sangat mungkin bahwa riwayat ini diambil Aswad dari perawi yang majhul kemudian
Al Aswad mengalami kekacauan dalam periwayatannya. Hal ini bersesuaian dengan
kelemahan hadis ‘Amru bin Sufyan yang diriwayatkan Marwan bin Mu’awiyah yaitu
berasal dari perawi majhul.
JAWAB :
Tidak
benar Al Aswad mengalami idhthirab, karena riwayat ini yang shahih
sampai kepada Al Aswad hanya satu jalur saja (jalur perawi mubham). Dan
perawi mubham tersebut adalah Amr bin Sufyan.
SP berkata :
‘Amru bin Sufyan dalam hadis Aliy ini pun juga seorang yang majhul.
JAWAB :
Amr
bin Sufyan, diambil riwayatnya oleh Al Aswad, Musawwir Al Waraq,
ditsiqatkan oleh Ibnu Hibban. Menurut Syaikh Muqbil, perawi yang
ditsiqatkan oleh hanya Ibnu Hibban sudah sah dijadikan penguat. Riwayat
Amr bin Sufyan ini dengan riwayat Abdullah bin Sabu saling menguatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar