Senin, 20 April 2015

9. BANTAHAN UNTUK SECONDPRINCE ATAS TAKHRIJ HADITS TIDAK ADA WASIAT KEPEMIMPINAN KEPADA ALI RA

SP berkata :
Kepemimpinan Imam Ali telah ditetapkan dalam hadis-hadis shahih, dibenarkan oleh mereka yang mengetahuinya dan diingkari oleh para pengingkar. Di antara pengingkaran mereka adalah mengait-ngaitkan “kepemimpinan Imam Ali” dengan ciri khas kaum Syiah. Sehingga siapapun yang menetapkan kepemimpinan Imam Ali maka ia adalah Syiah Rafidhah dan kafir. Sebagian pengingkar yang sok mengaku-ngaku ahlus sunnah, mengutip atsar dimana Imam Aliy mengakui bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak mewasiatkan kepemimpinan kepada dirinya. Atsar tersebut dhaif sebagaimana yang telah kami bahas sebelumnya. Tulisan kali ini hanya pembahasan ulang yang lebih rinci untuk membuktikan bahwa atsar Imam Aliy tersebut dhaif sekaligus bantahan terhadap orang yang menguatkan atsar ini.
Jawab :
Mengenai riwayat Ali ra sebagai wali bagi kaum muslimin memang ditetapkan dari riwayat yang shahih, akan tetapi pengertian wali diartikan dengan kepemimpinan merupakan kesalahan, apalagi sampai mempunyai anggapan bahwa Abu Bakar cs merampas hak kepemimpinan Ali, kalau sudah beranggapan seperti itu maka tidak syak lagi status dia sebagai syiah rafidhah.
Hal ini dibuktikan dengan ke-shahih-an riwayat yang sedang kita bahas. 
SP berkata :
Riwayat Abdullah bin Sabu’
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبُعٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: لَتُخْضَبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذَا، فَمَا يَنْتَظِرُ بِي الْأَشْقَى؟ ! قَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، فَأَخْبِرْنَا بِهِ نُبِيرُ عِتْرَتَهُ، قَالَ: إِذًا تَالَلَّهِ تَقْتُلُونَ بِي غَيْرَ قَاتِلِي، قَالُوا: فَاسْتَخْلِفْ عَلَيْنَا، قَالَ: لَا، وَلَكِنْ أَتْرُكُكُمْ إِلَى مَا تَرَكَكُمْ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: فَمَا تَقُولُ لِرَبِّكَ إِذَا أَتَيْتَهُ؟ وَقَالَ وَكِيعٌ مَرَّةً: إِذَا لَقِيتَهُ؟ قَالَ: أَقُولُ: ” اللَّهُمَّ تَرَكْتَنِي فِيهِمْ مَا بَدَا لَكَ، ثُمَّ قَبَضْتَنِي إِلَيْكَ وَأَنْتَ فِيهِمْ، فَإِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ، وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ
Telah menceritakan kepada kami Waki’ yang berkata telah menceritakan kepada kami Al A’masy dari Salim bin Abil Ja’d dari Abdullah bin Sabu’ yang berkata aku mendengar Aliy [radiallahu ‘anhu] mengatakan Sungguh akan diwarnai dari sini hingga sini, dan tidak menungguku selain kesengsaraan.” Para shahabat bertanya “Wahai Amirul-Mukminiin beritahukan kepada kami orang itu, agar kami bunuh keluarganya”. Ali berkata “Kalau begitu demi Allah, kalian akan membunuh orang selain pembunuhku.” Mereka berkata “Angkatlah khalifah pengganti untuk memimpin kami”. ‘Aliy menjawab “Tidak, tapi aku tinggalkan kepada kalian apa yang telah Rasulullah [shallallaahu ‘alaihi wasallam] tinggalkan untuk kalian”. Mereka bertanya “Apa yang akan kamu katakan kepada Rabbmu jika kamu menghadap-Nya?”. Dalam kesempatan lain Wakii’ berkata “Jika kamu bertemu dengan-Nya?” ‘Aliy berkata “Aku akan berkata Ya Allah, Engkau tinggalkan aku bersama mereka sebagaimana tampak bagi-Mu, kemudian Engkau cabut nyawaku dan Engkau bersama mereka. Jika Engkau berkehendak, perbaikilah mereka dan jika Engkau berkehendak maka hancurkanlah mereka [Musnad Ahmad 1/30]
Hadis dengan jalan ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dalam Ath Thabaqat 3/20, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf 14/596 & 15/118, Abu Ya’la dalam Musnad-nya no 341, Al Khallaal dalam As Sunnah no 332, Adh Dhiyaa’ Al Maqdisiy dalam Al Mukhtarah no 594 dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq 42/538. Semuanya dengan jalan sanad dari Waki’ dari Al A’masy dari Salim bin Abil Ja’d dari Abdullah bin Sabu’
Waki’ mempunyai mutaba’ah dari Abu Bakar bin ‘Ayyasy sebagaimana disebutkan Al Laalikaa’iy dalam Syarh Ushul Al I’tiqaad 1/664-665 no 1209 dan Ibnu Asaakir dalam Tarikh Dimasyq 42/538-539 dengan jalan Ishaaq bin Ibrahim dari Abu Bakar bin ‘Ayyasy dari Al A’masy dari Salim bin Abil Ja’d dari Abdullah bin Sabu’. Ishaq bin Ibrahim berkata
سَمِعْتُ أَبَا بَكْرِ بْنَ عَيَّاشٍ، يَقُولُ: عِنْدِي فِي هَذَا الْحَدِيثِ إِسْنَادٌ جَيِّدٌ أَخْبَرَنِي الأَعْمَشُ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبْعٍ، أَنَّ عَلِيًّا خَطَبَهُمْ بِهَذِهِ الْخُطْبَةِ
Aku mendengar Abu Bakar bin ‘Ayyasy mengatakan “disisiku hadis ini sanadnya jayyid, telah mengabarkan kepadaku Al A’masy dari Salim bin Abil Ja’d dari Abdullah bin Sabu’ bahwa Aliy berkhutbah kepada mereka dengan khutbah ini
Orang itu setelah membawakan hadis ini berkata bahwa tashih Abu Bakar bin ‘Ayyasy terhadap sanad ini menunjukkan tautsiq terhadap para perawinya termasuk Abdullah bin Sabu’. Sehingga menurutnya terangkatlah jahatul ‘ainnya Abdullah bin Sabu’. Hujjah ini tertolak dengan alasan tashih tersebut tidaklah benar.
Abu Bakar bin ‘Ayyasy adalah perawi yang diperbincangkan keadaannya sebagian menta’dilkannya dan sebagian menjarh-nya karena terdapat kelemahan pada hafalannya bahkan Muhammad bin Abdullah bin Numair mendhaifkan hadisnya dari Al A’masy dan selainnya. Abu Bakar buruk hafalannya ketika beranjak tua. Ibnu Hajar berkata “tsiqah, ahli ibadah, buruk hafalannya di usia tua, dan riwayat dari kitabnya shahih” [At Taqrib 2/366].
Ishaq bin Ibrahim yang meriwayatkan dari Abu Bakar bin ‘Ayyasy wafat pada tahun 257 H sedangkan Abu Bakar bin ‘Ayyasy wafat tahun 194 H. Jadi ada selang waktu sekitar 63 tahun, tidak diketahui apakah Ishaq bin Ibrahim meriwayatkan dari Abu Bakar sebelum atau setelah hafalannya berubah, berdasarkan tahun wafat mereka berdua besar kemungkinan ia mendengar hadis ini dari Abu Bakar setelah ia beranjak tua dan hafalannya berubah. Bagaimana mungkin tashih dari perawi seperti ini dijadikan hujjah?. Selain itu yang menguatkan bahwa tashih Abu Bakar bin ‘Ayyasy ini berasal dari hafalannya yang buruk adalah tadlis Al A’masy merupakan perkara ma’ruf di sisi Abu Bakar maka bagaimana mungkin ia mengatakan hadis tersebut sanadnya jayyid padahal di dalamnya ada ‘an anah dari Al A’masy
وقال عبد الله بن أحمد عن أبيه في أحاديث الأعمش عن مجاهد قال أبو بكر بن عياش عنه حدثنيه ليث عن مجاهد
Abdullah bin Ahmad berkata dari ayahnya tentang hadis-hadis Al A’masy dari Mujahid, Abu Bakar bin Ayyasy yang meriwayatkan darinya [A’masy] berkata “telah menceritakan kepadanya dari Laits dari Mujahid” [At Tahdzib juz 4 no 386]
Apalagi hadis ini juga diriwayatkan oleh Aswad bin ‘Amir dari Abu Bakar bin ‘Ayyasy dengan sanad yang berbeda yaitu dari Al A’masy dari Salamah bin Kuhail dari Abdullah bin Sabu’ dan tanpa penyebutan tashih sanad yaitu sebagaimana disebutkan Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya 1/156 dan Fadha’il Ash Shahabah no 1211
نا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، قَالَ: أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ هُوَ ابْنُ عَيَّاشٍ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ  عَبْدِ  اللَّهِ  بْنِ  سَبُعٍ ، قَالَ: خَطَبَنَا عَلِيٌّ
Telah menceritakan kepada kami Aswad bin ‘Aamir yang berkata telah mengabarkan kepada kami Abu Bakar dan ia adalah Ibnu ‘Ayyasy dari Al A’masy dari Salamah bin Kuhail dari ‘Abdullah bin Sabu’ yang berkata “Ali berkhutbah kepada kami”
Aswad bin ‘Aamir wafat tahun 208 H yang berdekatan dengan wafatnya Abu Bakar bin ‘Ayyasy tahun 194 H. Walaupun tidak diketahui apakah Aswad bin ‘Aamir meriwayatkan sebelum atau sesudah Abu Bakar berubah hafalannya tetapi dilihat dari tahun wafat mereka maka Aswad bin ‘Aamir memiliki kemungkinan yang lebih besar meriwayatkan dari Abu Bakar sebelum hafalannya buruk. Maka riwayat Abu Bakar bin ‘Ayyasy yang lebih rajih adalah riwayat ‘Aswad bin ‘Aamir darinya yaitu riwayat  Al A’masy dari Salamah bin Kuhail dari Abdullah bin Sabu’
Jawab :
Apa yang mas SP tulis secara panjang lebar tersebut hanyalah berupa teori-teori kemungkinan saja, faktanya Abu Bakar bin Ayyasy menjayyid-kan sanad tersebut.
Dan kalau bermain teori kemungkinan, maka dapat juga dikemukakan teori lawan : bahwa Abu Bakar bin Ayyasy setelah tahu sanad Salamah dan Salim, maka beliau merajihkan sanad Salim. 
Masyhur Ishaq bin Ibrahim merupakan murid Abu Bakar bin Ayyasy dan sima' nya dengan lafaz sami'tu, dua hal tersebut menjadi qarinah bahwa kemungkinan besar riwayat ini terjadi ketika Abu Bakar tidak ikhtilath.

Qarinah terkuat atas ke-tidak ikhtilath-an Abu Bakar bin Ayyasy adalah kesesuaian secara persisi dengan periwayatan dari Wakie' baik dalam sanad maupun dalam matan.
Seandainya toh, riwayat tautsiq ini lemah, tidak mempengaruhi terangkatnya ke-majhulan Abdullah bin Sabu'. (Salim, Tsa'labah, Ibnu Hibban, dan Ibnu Hajar mengenal Abdullah bin Sabu') 
SP berkata :
Khutbah Imam Ali riwayat Abdullah bin Sabu’ ini juga diriwayatkan oleh Jarir bin ‘Abdul Hamiid dari Al A’masy yaitu sebagaimana disebutkan Abu Ya’la
حَدَّثَنَا أَبُو خَيْثَمَةَ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبُعٍ، قَالَ: خَطَبَنَا عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ
Telah menceritakan kepada kami Abu Khaitsamah yang berkata telah menceritakan kepada kami Jariir dari Al A’masy dari Salamah bin Kuhail dari Saalim bin Abil Ja’d dari ‘Abdullah bin Sabu’ yang berkata Aliy bin Abi Thalib berkhutbah kepada kami [Musnad Abu Ya’la no 590]
Riwayat Jarir ini juga disebutkan Adh Dhiyaa’ Al Maqdisiy dalam Al Mukhtarah no 595, Al Muhaamiliy dalam Al Amaaliy no 198 dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq 42/540. Jarir memiliki mutaba’ah dari Abdullah bin Dawuud Al Khuraibiy sebagai mana disebutkan Ajjuriy dalam Asy Syari’ah
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْحَمِيدِ الْوَاسِطِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ أَخْزَمَ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دَاوُدَ، قَالَ: سَمِعْتُ الأَعْمَشَ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبْعٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdul Hamiid Al Waasithiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Zaid bin Akhzam yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Dawud yang berkata aku mendengar Al A’masy dari Salamah bin Kuhail dari Salim bin Abil Ja’d dari ‘Abdullah bin Sabu’ yang berkata aku mendengar Ali [radiallahu ‘anhu] di atas mimbar [Asy Syari’ah 3/267-268]
Riwayat Abdullah bin Dawud juga disebutkan Al Muhaamiliy dalam Al Amaaliy no 150 dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq 42/541
Kalau kita melihat dengan baik maka riwayat Jarir dan Abdullah bin Dawud dari Al A’masy tidaklah sama dengan riwayat Abu Bakar bin ‘Ayyasy dari Al A’masy. Keduanya [Jarir dan ‘Abdullah bin Dawud] menyebutkan dari Al A’masy dari Salamah bin Kuhail dari Salim bin Abil Ja’d dari Abdullah bin Sabu’ sedangkan Abu Bakar menyebutkan dari Al A’masy dari Salamah dari Abdullah bin Sabu’ tanpa menyebutkan Salim bin Abil Ja’d. Maka sungguh yang mengatakan bahwa riwayat tersebut sama adalah orang yang dibutakan matanya setelah dibutakan hatinya. Bagaimana tidak dikatakan buta, jika ia sendiri telah menuliskan riwayat Jarir dan Abdullah bin Dawud tersebut!.
Jawab :
Mas SP, karena salah sangka maka terlontarlah ucapan makian kepada Ust. Abul Jauza, padahal perkataan Ust. Abul Jauza begini :
Bakr bin ‘Ayyaasy dalam sanad riwayat ini mempunyai mutaba’ah dari : Jarir dan Abdullah bin Dawud. (yaitu dalam sanad Salamah)
Mudah-mudahan ini bukan akhlaq asli mas SP. 
SP berkata : 
Yahya bin Yaman meriwayatkan dari Ats Tsawriy dari Al A’masy dari Salim bin Abil Ja’d tanpa menyebutkan ‘Abdullah bin Sabu’
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، نا يَحْيَى بْنُ يَمَانٍ، عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، قَالَ: قِيلَ لِعَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
Telah menceritakan kepada kami ‘Utsman bin Abi Syaibah yang berkata telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yamaan dari Sufyaan Ats Tsawriy dari Al A’masy dari Salim bin Abil Ja’d yang berkata dikatakan kepada Ali [radiallahu ‘anhu] [As Sunnah Abdullah bin Ahmad no 1249 & 1317]
Setelah mengutip riwayat ini orang itu berkata “sanad riwayat ini lemah”. Kami katakan Yahya bin Yamaan ini kedudukannya tidak jauh berbeda dengan Abu Bakar bin ‘Ayyasy, Ibnu Hajar berkata tentang Yahya bin Yaman Al Ijliy shaduq ahli ibadah, banyak melakukan kesalahan, hafalannya berubah ketika beranjak tua [At Taqrib 2/319]. Lantas mengapa sebelumnya ia berhujjah dengan Abu Bakar bin ‘Ayyasy dan melemahkan Yahya bin Yamaan. Tidak lain itu karena akal-akalan nafsunya, dengan melemahkan riwayat Yahya bin Yamaan maka berkuranglah riwayat Al A’masy yang idhthirab.
Jawab :
Mas SP, sekali lagi salah sangka, riwayat Abu Bakar bin Ayyasy dari Salim adalah shahih karena ada Waki', sedangkan riwayat Yahya bin Yaman menurut Ust. Abul Jauza lemah karena (mungkin) tidak ada mutaba'ahnya. Dalam tautsiq Abu Bakar yang dibicarakan jalur sanad, sedang dalam riwayat Yahya yang dibicarakan adalah status perawi yang menyebabkan kelemahan riwayat. Harap dibedakan ini !.
SP berkata :
Dan selanjutnya ia akan lebih gampangan mencari qarinah tarjih atas riwayat idhthirab Al A’masy. Orang itu membawakan riwayat tanpa jalur Al A’masy sebagai qarinah tarjih untuk membatalkan hujjah idhthirab Al A’masy dan menguatkan salah satu jalur yang ia inginkan. Berikut riwayat yang ia katakan sebagai qarinah tarjih
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ حَكِيمٍ، قال: ثنا أَبِي، قال: ثنا بَكْرُ بْنُ بَكَّارٍ، قال: ثنا حَمْزَةُ الزَّيَّاتُ، عَنْ حَكِيمِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَلِيٌّ،
Telah menceritakan kepada kami Ishaaq bin Muhammad bin Ibrahiim bin Hakiim yang berkata telah menceritakan kepada kami ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Bakr bin Bakkaar yang berkata telah menceritakan kepada kami Hamzah Az Zayyaat dari Hakiim bin Jubair dari Salim bin Abil Ja’d dari Aliy  [Thabaqat Ibnu Sa’ad 3/29]
Riwayat ini lemah karena Bakr bin Bakkaar dan Hakim bin Jubair telah didhaifkan oleh sebagian ulama. Mengenai Bakr bin Bakkaar, Abu Ashim An Nabiil menyatakan ia tsiqat. Ibnu Abi Hatim berkata “dhaif al hadits, buruk hafalannya dan mengalami ikhtilath”. Ibnu Ma’in berkata “tidak ada apa-apanya”. Nasa’i terkadang berkata “tidak kuat” dan terkadang berkata “tidak tsiqat”. Abu Hatim berkata “tidak kuat”. Al Uqailiy, Ibnu Jaruud dan As Saajiy memasukkannya dalam Adh Dhu’afa [At Tahdzib juz 1 no 882]. Mengenai Hakim bin Jubair, Ahmad berkata “dhaif al hadits mudhtharib”, Ibnu Ma’in berkata “tidak ada apa-apanya”, Yaqub bin Syaibah berkata “dhaif al hadits”. Abu Zur’ah berkata “shaduq insya Allah”. Abu Hatim berkata “dhaif al hadits mungkar al hadits”. Nasa’i berkata “tidak kuat”. Daruquthni berkata “matruk”. Abu Dawud berkata “tidak ada apa-apanya” [At Tahdzib juz 2 no 773]
Aneh bagaimana mungkin riwayat yang kedudukannya dhaif seperti ini dijadikan qarinah tarjih. Sungguh kami dibuat terheran-heran dengan caranyaberhujjah. Hal ini membuktikan bahwa ilmu hadis itu memang unik bisa diutak atik seenaknya demi kepentingan hawa nafsunya. Seandainya pun riwayat ini dijadikan tarjih riwayat A’masy maka itu menguatkan riwayat Yahya bin Yaman dari Ats Tsawriy dari A’masy dari Salim bin Abil Ja’d dari Aliy tanpa menyebutkan Abdullah bin Sabu‘.
Jawab :
Riwayat Bakr sudah sah dijadikan qarinah tarjih, karena kelemahannya hanya berkisar dalam masalah hafalan dan munkarul hadits bahkan ada yang menta'dilnya. Dan tentunya yang ditarjih pertama kali adalah riwayat tanpa Abdullah bin Sabu', akan tetapi ternyata ada qarinah lain pula bahwa sanad yang lain pun dapat terangkat pula.
SP berkata :
Kemudian orang itu mengutip pernyataan Ibnu Asakir bahwa Salim tidak mendengar dari Aliy dan ia hanyalah meriwayatkannya melalui perantara Abdullah bin Sabu’. Tentu saja pernyataan Ibnu Asakir adalah berlandaskan pada  riwayat-riwayat lain sedangkan zhahir riwayat Bakr bin Bakaar di atas adalah tanpa menyebutkan Abdullah bin Sabu’. Jika riwayat Bakr mau dijadikan qarinah tarjih idhthirab A’masy maka berhujjahlah dengan zhahir riwayat Bakr bukan dengan andai-andai riwayat lain. Hal ini menunjukkan bahwa cara berhujjah orang itu benar-benar sembarangan dan seenaknya saja.
Jawab :
SP memotong pengertian perkataan Ibnu Asaakir, lanjutan perkataan Ibnu Asaakir adalah : Salim HANYALAH  meriwayatkan melalui perantaraan Abdullah bin Sabu', pernyataan ini umum terhadap seluruh periwayatan Salim dari Ali ra. Termasuk riwayat Bakr ini-pun menjadi bersambung kepada Ali, termasuk riwayat riwayat mursal Salim dari Ali, dan termasuk pula riwayat mausul Salim dari Abdullah bin Sabu dari Ali ra.
SP berkata :
Ada satu lagi riwayat Aban bin Taghlib dari Salamah bin Kuhail dari Abdullah bin Sabu’ yang dikutipnya yaitu riwayat dalam Tarikh Ibnu Asakir 42/541, yaitu dengan sanad sebagai berikut
أَنْبَأناهُ أَبُو بَكْرٍ الشِّيرُوِيُّ، وَحَدَّثَنَا أَبُو الْمَحَاسِنِ عَبْدُ الرَّزَّاقِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْهُ.ح وَأَخْبَرَنَا أَبُو الْقَاسِمِ الْوَاسِطِيُّ، أنا أَبُو بَكْرٍ الْخَطِيبُ، قَالا: أنا الْقَاضِي أَبُو بَكْرٍ الْحِيرِيُّ، نا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ الأَصَمُّ، نا أَبُو الْحَسَنِ عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ حَبِيبَةَ الْقُرَشِيُّ، نا يَحْيَى بْنُ الْحَسَنِ بْنِ الْفُرَاتِ الْعِرَارُ، نا مُحَمَّدُ بْنُ عُمَرَ، عَنْ أَبَانِ بْنِ تَغْلِبَ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبْعٍ، قَالَ: قَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ
Telah memberitakan kepada kami Abu Bakar Asy Syiiruwiy dan telah menceritakan kepada kami Abu Mahaasin Abdurrazaq bin Muhammad darinya. Dan telah mengabarkan kepada kami Abu Qaasim Al Waasithiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al Khatib. Keduanya berkata telah mengabarkan kepada kami Al Qaadhiy Abu Bakar Al Hirriy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Abbaas Muhammad bin Ya’qub Al Ashaam yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Hasan Aliy bin Muhammad bin Habiibah Al Qurasyiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hasan bin Furaat Al ‘Iraar yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Umar dari Abaan bin Taghlib dari Salamah bin Kuhail dari Abdullah bin Sabu’ yang berkata Aliy bin Abi Thalib berkata [Tarikh Ibnu Asakir 42/541].
Riwayat ini dhaif sanadnya sampai Aban bin Taghlib karena diriwayatkan oleh para perawi majhul sehingga juga tidak bisa dijadikan qarinah tarjih.
  1. Abu Hasan Aliy bin Muhammad bin Habiibah Al Qurasyiy disebutkan Ibnu Makula biografinya dalam Al Ikmal tanpa menyebutkan jarh dan ta’dil [Al Ikmal Ibnu Makula 3/120]
  2. Yahya bin Hasan bin Furaat Al ‘Iraar tidak ditemukan biografinya maka ia majhul tidak dikenal kredibilitasnya
  3. Muhammad bin Umar, tidak jelas siapa dirinya tetapi kemungkinan ia adalah Muhammad bin Abi Hafsh Al Athaar sebagaimana disebutkan Al Khatib bahwa ia meriwayatkn dari Aban bin Taghlib dan telah meriwayatkan darinya Yahya bin Hasan bin Furaat [Taliy Talkhiis Al Mutasyaabih 2/534]. Ibnu Hajar menyebutkan bahwa ia adalah Muhammad bin Umar Al Anshariy dan mengutip jarh Al Azdiy yang berkata “dibicarakan tentangnya” [Lisan Al Mizan juz 5 no 489].

Seandainya pun riwayat ini dijadikan qarinah tarjih sanad A’masy maka riwayat ini menguatkan riwayat Abu Bakar bin A’yasy dimana A’masy meriwayatkan dari Salamah bin Kuhail dari Abdullah bin Sabu’. Maka tetap saja dua riwayat yang dijadikan qarinah tarjih oleh orang itu malah semakin menguatkan adanya idhthirab pada sanad A’masy. Kedudukan sebenarnya adalah tidak ada qarinah tarjih yang menguatkan salah satu sanad dalam idhthirab Al Amasy di atas.
Jawab :
Bisa saja ada qarinah tarjih untuk menghilangkan idhthirabnya, yaitu riwayat Bakr, atau sanad asli (yang lengkap dan urut sesuai dengan riwayat yang tidak lengkap).
Atau kedua-duanya dipakai, alias riwayat tersebut tidak idhthirab.
Melihat beberapa jalan riwayat di atas nampak bahwasannya jalan riwayat ‘Abdullah bin Sabu’ ini yang raajih adalah dari jalan Saalim bin Abi Ja’d dari ‘Abdullah bin Sabu’ – wallaahu a’lam –. Atau bisa jadi jalan riwayat Salamah bin Kuhail, dari ‘Abdullah bin Sabu’ juga mahfudh; atau dengan kata lain : ‘Abdullah bin Sabu’ mempunyai dua jalan, yaitu dari Saalim bin Abi Ja’d dan Salamah bin Kuhail. Dalam hal ini, Al-A’masy meriwayatkan dari dua jalan tersebut.

SP berkata :
  1. Al A’masy meriwayatkan dari Salim bin Abil Ja’d dari Abdullah bin Sabu’  dari Aliy [riwayat Waki’]
  2. Al A’masy meriwayatkan dari Salamah bin Kuhail dari Abdullah bin Sabu’ dari Aliy [riwayat Abu Bakar bin ‘Ayyasy]
  3.  Al A’masy meriwayatkan dari Salamah bin Kuhail dari Salim bin Abil Ja’d dari Abdullah bin Sabu’ dari Aliy [riwayat Jarir dan Abdullah bin Dawuud]
  4. Al A’masy meriwayatkan dari Salim bin Abil Ja’d dari Aliy tanpa menyebutkan Abdullah bin Sabu’ [riwayat Yahya bin Yamaan dari Ats Tsawriy]

Tidak diragukan lagi kalau hadis ini mudhtharib dan sumbernya adalah Al A’masy dan dalam semua riwayatnya ia meriwayatkan dengan ‘an anah. Abdullah bin Sabu’ hanya dikenal melalui satu hadis ini saja dan ternyata sanadnya mudhtharib maka ia seorang yang statusnya majhul ‘ain dan hadisnya mudhtharib. Kedudukan riwayat Abdullah bin Sabu’ ini sudah jelas dhaif dan tidak bisa dijadikan hujjah.
Jawab :
Ini adalah kesalahan utama mas SP, yaitu menghukumi idhthirab riwayat A'masy.
Perhatikan riwayat no. 3, jalur ini adalah jalur asli dari ke-4 riwayat A'masy.
Dimana jalaur 1,2 dan 4 urut-urutannya tidak menyalahi jalur ke-3 ini.
Jalur 1,2 dan 4 adalah sesuai dengan ungkapan kalau A'masy rajin menyambung sanad kalau malas beliau memutus sanad, dikarenakan situasi yang berbeda-beda ketika menyampaikan hadits.
Sehingga cacat riwayat ini hanyalah tadlis dari A'masy saja.
Atau dengan metode tarjih yang ketat dapat disaring jalur manakah yang shahih bersambung sampai kepada A'masy, yaitu :
  1. Al A’masy meriwayatkan dari Salim bin Abil Ja’d dari Abdullah bin Sabu’  dari Aliy [riwayat Waki’], jalur ini shahih bersambung sampai kepada A'masy.
  2. Al A’masy meriwayatkan dari Salamah bin Kuhail dari Abdullah bin Sabu’ dari Aliy [riwayat Abu Bakar bin ‘Ayyasy], jalur ini tidak shahih bersambung hingga A'masy akibat ikhtilathnya Abu Bakar bin Ayyasy.
  3.  Al A’masy meriwayatkan dari Salamah bin Kuhail dari Salim bin Abil Ja’d dari Abdullah bin Sabu’ dari Aliy [riwayat Jarir dan Abdullah bin Dawuud], jalur ini shahih bersambung hingga A'masy.
  4. Al A’masy meriwayatkan dari Salim bin Abil Ja’d dari Aliy tanpa menyebutkan Abdullah bin Sabu’ [riwayat Yahya bin Yamaan dari Ats Tsawriy], jalur ini tidak shahih bersmbung sampai A'masy akibat ikhtilathnya Yahya bin Yaman.
Walhasil yang shahih bersambung sampai A'masy hanya jalur 1 dan 3, disitu dapat diketahui bahwa jalur no. 1 A'masy mentadlis Salamah, sehingga tersingkaplah jalur yang asli adalah jalur no. 3, sehingga hilanglah cacat idhthirabnya sekaligus hilang juga cacat tadlisnya.
Mengenai Abdullah bin Sabu' tidak benar ia majhul 'ain.
Beliau diriwayatkan oleh Salim dan dikenal oleh Tsa'labah dari riwayat A'masy yang tidak idhthirab.
Selain itu beliau ditsiqatkan oleh Ibnu Hibban, dimana pentsiqatan Ibnu Hibban seorang dapat dijadikan sebagai penguat, menurut Syaikh Muqbil.
Selain itu syarat perawi maqbul dari Ibnu Hajar telah terpenuhi dengan adanya mutaba'ah dari Tsa'labah.
SP berkata :
Kemudian orang itu mengutip riwayat Tsa’labah bin Yazid Al Himmany yang ia katakan sebagai syahid perkataan Abdullah bin Sabu’. Riwayat ini disebutkan dalam Musnad Al Bazzar no 871, Kasyf Al Astaar no 2572, Ad Dalaa’il Baihaqiy 6/439, dan Tarikh Ibnu Asakir 42/542 semuanya dengan jalan sanad dari Al A’masy dari Habib bin Abi Tsabit dari Tsa’labah bin Yaziid. Berikut riwayat Al Bazzar

حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعِيدٍ الْجَوْهَرِيُّ، وَمُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ الْجُنَيْدِ، قَالا: ثنا أَبُو الْجَوَابِ، قَالَ: ثنا عَمَّارُ بْنُ رُزَيْقٍ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ، عَنْ ثَعْلَبَةَ بْنِ يَزِيدَ الْحِمَّانِيِّ، قَالَ: قَالَ عَلِيٌّ: ” وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ وَبَرَأَ النَّسَمَةَ، لَتُخْضَبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذِهِ لِلِحْيَتِهِ مِنْ رَأْسِهِ فَمَا يُحْبَسُ أَشْقَاهَا، فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سُبَيْعٍ: وَاللَّهِ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، لَوْ أَنَّ رَجُلا فَعَلَ ذَلِكَ أَبَرْنَا عِتْرَتَهُ، قَالَ: قَالَ: أَنْشُدُكَ بِاللَّهِ، أَنْ تَقْتُلَ بِي غَيْرَ قَاتِلِي، قَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، أَلا تَسْتَخْلِفُ عَلَيْنَا؟ قَالَ: لا، وَلَكِنِّي أَتْرُكُكُمْ كَمَا تَرَكَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: فَمَاذَا تَقُولُ لِرَبِّكَ إِذَا أَتَيْتَهُ وَقَدْ تَرَكْتَنَا هَمَلا، قَالَ: أَقُولُ لَهُمُ اسْتَخْلَفْتَنِي فِيهِمْ مَا بَدَا لَكَ ثُمَّ قَبَضْتَنِي وَتَرَكْتُكَ فِيهِمْ

Telah menceritakan kepada kami Ibrahiim bin Sa’iid Al Jawhariy dan Muhammad bin Ahmad bin Al Junaid yang keduanya berkata telah menceritakan kepada kami Abul Jawaab yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Ammaar bin Ruzaiq dari Al A’masy dari Habib bin Abi Tsabit dari Tsa’labah bin Yazid Al Himmaniy yang berkata Aliy berkata “Demi Dzat yang menumbuhkan biji-bijian dan menciptakan semua jiwa. Sungguh akan diwarnai darah dari sini hingga sini, yaitu dari kepala hingga jenggot. dan tidak menungguku selain kesengsaraan”. ‘Abdullah bin Subai’ berkata “Demi Allah wahai Amiirul-mukminiin, seandainya ada seorang laki-laki yang melakukan hal itu, sungguh akan kami  binasakan keluarganya”. Aliy berkata “Aku bersumpah kepada Allah bahwasannya engkau membunuh orang yang tidak membunuhku”. Mereka berkata “Wahai Amiirul-mukminiin, tidakkah engkau mengangkat khalifah pengganti untuk kami?”. ‘Aliy menjawab “Tidak. Akan tetapi aku akan meninggalkan kalian sebagaimana Rasulullah [shallallaahu ‘alaihi wa sallam] telah meninggalkan kalian”. ‘Abdullah bin Subai’ berkata “Lalu, apakah yang akan engkau katakan kepada Rabbmu apabila engkau menemui-Nya dimana engkau meninggalkan kami mengurus keadaan kami sendiri?”. Aliy menjawab “Aku berkata Engkau telah mengangkat aku sebagai khalifah di tengah-tengah mereka sesuai kehendak-Mu, kemudian engkau mematikanku dan aku tinggalkan Engkau di tengah-tengah mereka [Musnad Al Bazzaar no 871]

Riwayat ini sanadnya dhaif karena ‘an anah Al A’masy dan Habib bin Abi Tsabit, keduanya dikenal sebagai mudallis. Ad Daruquthni memasukkan riwayat ini sebagai bagian dari idhthirab Al A’masy dan mengatakan tidak dhabit sanadnya [Al Ilal no 396]. Disebutkan oleh Adz Dzahabiy dalam Tarikh Al Islam 3/647 dan Ibnu Abdil Barr dalam Al Isti’ab 3/1125 yang mengutip riwayat Tsa’labah bin Yazid yaitu sampai lafaz “tidak ada yang menungguku selain kesengsaraan” tanpa menyebutkan lafaz Abdullah bin Sabu’ berkata. Disini terdapat qarinah yang menunjukkan illat [cacat] bahwa Al A’masy menampuradukkan antara hadis Tsa’labah bin Yazid dan hadis Abdullah bin Sabu’. Maka riwayat Tsa’labah bin Yazid tidak bisa dijadikan syahid riwayat Abdullah bin Sabu’ karena keduanya berasal dari idhthirab Al A’masy. 
Jawab :
Dalam riwayat Tsa'labah, disebutkan : Tsa'labah berkata : ...... lalu Abdullah bin Sabu berkata .....
Perhatikan ini ....
1. Perkataan Abdullah bin Sabu ada 2 kali, dan beliau tidak termasuk dalam jalur sanad, akan tetapi masih dalam kalimat matan riwayat.
2. Kalimat "LALU" menunjukkan peristiwa yang berurutan, yaitu setelah Ali berkata, lalu Abdullah bin sabu berkata.
3. Yang menyampaikan perkataan Abdullah bin Sabu adalah Tsa'labah, bukan A'masy.
Dari 3 alasan tersebut dapat dipastikan kalau perkataan Abdullah bin Sabu adalah asli matan dari riwayat bukan merupakan penggabungan riwayat akibat idhthirabnya A'masy.
Bersambung ......(di sini)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar