لَتُخْضَبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذَا،
فَمَا يَنْتَظِرُ بِي الْأَشْقَى؟ ! قَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ،
فَأَخْبِرْنَا بِهِ نُبِيرُ عِتْرَتَهُ، قَالَ: إِذًا تَالَلَّهِ تَقْتُلُونَ بِي
غَيْرَ قَاتِلِي، قَالُوا: فَاسْتَخْلِفْ عَلَيْنَا، قَالَ: لَا، وَلَكِنْ
أَتْرُكُكُمْ إِلَى مَا تَرَكَكُمْ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: فَمَا تَقُولُ لِرَبِّكَ إِذَا أَتَيْتَهُ؟ وَقَالَ
وَكِيعٌ مَرَّةً: إِذَا لَقِيتَهُ؟ قَالَ: أَقُولُ: " اللَّهُمَّ تَرَكْتَنِي
فِيهِمْ مَا بَدَا لَكَ، ثُمَّ قَبَضْتَنِي إِلَيْكَ وَأَنْتَ فِيهِمْ، فَإِنْ
شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ، وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ "
"Sungguh akan diwarnai (darah) dari sini hingga sini, dan
tidak menungguku selain kesengsaraan." Para shahabat bertanya :
"Wahai Amirul-Mukminiin beritahukan kepada kami orang
itu, agar kami bunuh keluarganya." Ali berkata; "Kalau begitu, demi
Allah, kalian akan membunuh selain pembunuhku." Mereka berkata
: "Angkatlah khalifah pengganti untuk memimpin kami
!". ‘Aliy menjawab : "Tidak, tapi aku tinggalkan kepada
kalian apa yang telah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam tinggalkan
untuk kalian". Mereka bertanya : "Apa yang akan kamu katakan
kepada Rabbmu jika kamu menghadap-Nya?". Dalam kesempatan lain Wakii'
berkata : "Jika kamu bertemu dengan-Nya?" ‘Aliy berkata : "Aku
akan berkata : 'Ya Allah, Engkau tinggalkan aku bersama mereka sebagaimana
tampak bagi-Mu, kemudian Engkau cabut nyawaku dan Engkau bersama mereka. Jika
Engkau berkehendak, perbaikilah mereka dan jika Engkau berkehendak maka
hancurkanlah mereka'" [lafadh dari Ahmad dalam Al-Musnad,
1/130].
Sanad dari Al A’masy :
1. A'masy dari Salim bin Abi Ja'd dari Abdullah bin Sabu' dari Ali.
2. A'masy dari Salamah bin Kuhail dari Abdullah bin Sabu' dari Ali.
3. A'masy dari Salim bin Abi Ja'd dari Ali.
4. A'masy dari Salamah bin Kuhail dari Salim bin Abi Ja'd dari Abdullah bin Sabu' dari Ali.
1. A'masy dari Salim bin Abi Ja'd dari Abdullah bin Sabu' dari Ali.
2. A'masy dari Salamah bin Kuhail dari Abdullah bin Sabu' dari Ali.
3. A'masy dari Salim bin Abi Ja'd dari Ali.
4. A'masy dari Salamah bin Kuhail dari Salim bin Abi Ja'd dari Abdullah bin Sabu' dari Ali.
PEMBAHASAN TENTANG IDHTHIRAB
Dari ke-4 jalur tersebut terlihat terjadi idhthirab, perhatikan siapa yang menerima riwayat dari Ali (Salim atau Abdullah bin Sabu, masih goncang), perhatikan siapa yang menerima riwayat dari Abdullah bin Sabu (Salim atau Salamah, masih goncang), perhatikan dari siapa A'masy menerima hadits (dari Salim atau Salamah, masih goncang).
Posisi idhthirab ini apabila dapat didudukkan, maka hilanglah idhthirabnya. Dengan metode tarjih dapat kita saring, sanad mana yang shahih sampai kepada A'masy.
Jalur no. 1 sanadnya shahih sampai A'masy.
Jalur no. 2 sanadnya tidak shahih sampai A'masy, akibat ikhtilathnya Abu Bakar bin Ayyasy.
Jalur no. 3 sanadnya tidak shahih sampai kepada A'masy, akibat ikhtilathnya Yahya bin Yaman.
Jalur no. 4 sanadnya shahih sampai kepada A'masy.
Oleh karena jalur yang shahih sampai A'masy adalah jalur no. 1 dan no. 4, dan terlihatlah bahwa jalur no.1 Salamah tidak disebut oleh A'masy padahal A'masy adalah seorang mudallas, sehingga diketahui bahwa A'masy menggugurkan Salamah dalam jalur no. 1 ini, dapat diketahui bahwa A'masy tidak mendengar langsung dari Salim, akan tetapi melalui Salamah. Dari penjelasan ini kita ketahui bahwa jalur riwayat A'masy yang asli adalah jalur no. 4. Dengan demikian hilanglah idhthirabnya.
PEMBAHASAN TENTANG TADLIS
Di pembahasan yang lalu tadlis A'masy telah hilang akibat riwayat Bakr bin Bakkaar, yang pembahasan riwayatnya adalah sebagai berikut :
Riwayat di bawah ini dapat digunakan qarinah menghilangkan cacat tadlis dari A'masy, sekaligus menguatkan riwayat Abdullah bin Sabu' tersebut, karena jalur ini tidak melalui A'masy tetapi sama-sama melalui Salim.
Mengenai Bakr bin Bakkaar, Abu Ashim An Nabiil dan Asyhal serta Ibnu Hibban menyatakan ia tsiqat. Ibnu Abi Hatim berkata “dhaif al hadits, buruk hafalannya dan mengalami ikhtilath”. Ibnu Ma’in berkata “tidak ada apa-apanya”. Nasa’i terkadang berkata “tidak kuat” dan terkadang berkata “tidak tsiqat”. Abu Hatim berkata “tidak kuat”. Al Uqailiy, Ibnu Jaruud dan As Saajiy memasukkannya dalam Adh Dhu’afa [At Tahdzib juz 1 no 882]. Ibnu Hajar dalam Lisanul Mizan no. 1566 memberikan contoh bahwa Bakr bin Bakkaar pernah mencuri sanad.
Pembaca bisa lihat, bahwa Bakr bin Bakkaar seorang yang tsiqat, akan tetapi mempunyai kelemahan dalam hafalannya sehingga mengalami ikhthilat dan salah memasukkan sanad (diistilahkan Ibnu Hajar dengan mencuri hadits). Keadaan perawi semacam ini dapat menguatkan dan dikuatkan dengan sanad lain yang sebanding.
Mengenai Hakim bin Jubair, Ahmad berkata “dhaif al hadits mudhtharib”, Ibnu Ma’in berkata “tidak ada apa-apanya”, Yaqub bin Syaibah berkata “dhaif al hadits”. Abu Zur’ah berkata “shaduq insya Allah”. Abu Hatim berkata “dhaif al hadits mungkar al hadits”. Nasa’i berkata “tidak kuat”. Daruquthni berkata “matruk”. Abu Dawud berkata “tidak ada apa-apanya” [At Tahdzib juz 2 no 773]
Pembaca bisa lihat, pada dasarnya beliau adalah shaduq tapi kadang-kadang meriwayatkan hadits mungkar, sehingga kebanyakan para ulama meninggalkan periwayatan beliau (matruk), hal ini merupakan cacat dalam ke-dhabit-an, bukan dalam hal ke-'adalah-an.
Sudah maklum dalam ilmu mushthalah hadits, bahwa riwayat yang lemah dari segi ke-dhabit-an dengan riwayat mudallas dapat menjadi saling menguatkan. Riwayat Bakr bin Bakkaar dan riwayat A'masy ini dari segi status haditsnya dapat saling kuat menguatkan dan dari segi jalur sanadnya dapat memastikan bahwa Salim benar-benar meriwayatkan peristiwa tersebut.
Hal ini yang dilakukan Imam Asakir, ketika meriwayatkan hadits Bakr bin Bakkar ini beliau mengatakan :
Saalim tidak mendengarnya [hadis itu] dari ‘Aliy, sesungguhnya ia hanyalah meriwayatkannya [hadis itu] dari ‘Abdullah bin Sabu’.
Telah mengabarkan kepada kami Abu ‘Aliy Hasan bin Muzhaffar yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad. Dan telah mengabarkan kepada kami Abu Qaasim bin Hushain yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu ‘Aliy. Keduanya [Abu Muhammad dan Abu ‘Aliy] berkata telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Ja’far yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Wakii’ yang berkata telah menceritakan kepada kami Al A’masy dari Salim bin Abil Ja’d dari ‘Abdullah bin Sabu’ yang berkata aku mendengar Aliy…[Tarikh Ibnu Asakir 42/538]
Jadi Imam Ibnu Asaakir menjadikan riwayat A'masy ini sebagai penambal riwayat Bakr bin Bakkaar.
KETERANGAN SANAD-SANADNYA :
Khotbah Ali ra yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Sabu diatas juga disaksikan oleh Tsa’labah bin Yazid Al Himmany. Riwayat ini disebutkan dalam Musnad Al Bazzar no 871, Kasyf Al Astaar no 2572, Ad Dalaa’il Baihaqiy 6/439, dan Tarikh Ibnu Asakir 42/542 semuanya dengan jalan sanad dari Al A’masy dari Habib bin Abi Tsabit dari Tsa’labah bin Yaziid. Berikut riwayat Al Bazzar
Riwayat ini sanadnya dhaif karena ‘an anah Al A’masy dan Habib bin Abi Tsabit, keduanya dikenal sebagai mudallis. Ad Daruquthni memasukkan riwayat ini sebagai bagian dari idhthirab Al A’masy dan mengatakan tidak dhabit sanadnya [Al Ilal no 396]. Disebutkan oleh Adz Dzahabiy dalam Tarikh Al Islam 3/647 dan Ibnu Abdil Barr dalam Al Isti’ab 3/1125 yang mengutip riwayat Tsa’labah bin Yazid yaitu sampai lafaz “tidak ada yang menungguku selain kesengsaraan” tanpa menyebutkan lafaz Abdullah bin Sabu’ berkata.
Disini terdapat qarinah yang menunjukkan illat [cacat] bahwa Al A’masy menampuradukkan antara hadis Tsa’labah bin Yazid dan hadis Abdullah bin Sabu’. Maka riwayat Tsa’labah bin Yazid tidak bisa dijadikan syahid riwayat Abdullah bin Sabu’ karena keduanya berasal dari idhthirab Al A’masy.
PEMBAHASAN SANAD-SANADNYA
Menghukumi riwayat Tsa'labah terdapat idhthirab dalam matan dengan riwayat Abdullah bin Sabu, bisa diterima berdasarkan qarinah riwayat Imam Dzahabi dan Imam Ibnu Abdil Barr, kalimat tambahan perkataan Abdullah bin Sabu tersebut apakah memang terdapat dalam matan riwayat ataukah merupakan penggabungan dua riwayat yang berbeda yang dijadikan satu oleh A'masy.
Untuk menentukan mana yang benar dari dua kondisi riwayat A'masy diatas maka hendaklah dicermati dengan seksama matan hadits diatas, terdapat kalimat lalu 'Abdullah bin Subai berkata, dimana kalimat "lalu" adalah merupakan kelanjutan peristiwa sebelumnya yang diceritakan oleh Tsa'labah. Sehingga tidak benar bahwa riwayat tersebut merupakan penggabungan antara riwayat Abdullah bin sabu dengan riwayat Imam Dzahabi maupun Imam Ibnu Abdil Barr.
Adapun menghukumi riwayat Tsa'labah mengalami idhthirab dalam sanad dengan riwayat Abdullah bin Sabu merupakan kekeliruan yang nyata.
Sekarang dipersilahkan para pembaca melihat dua jalur yang tersisa :
- A'masy -> Salamah -> Salim -> Abdullah bin Sabu -> Ali ra.
- A'masy -> Habib -> Tsa'labah -> Ali ra.
Jalur ini tidak dapat dihukumi idhthirab, karena dapat didudukkan pada tempatnya masing-masing. A'masy adalah perawi yang dikenal sebagai perawi yang tsiqat lagi hafidz, yaitu perawi yang jujur dan hafalannya sangat bagus, sehingga tidak ada celah bagi beliau dituduh salah menyampaikan jalur sanad, tidak seperti perawi yang buruk hafalannya, perawi yang buruk hafalannya sangat dimungkinkan dia lupa atau salah menyampaikan jalur sanad akibat buruknya hafalannya, hal ini tidak terjadi pada perawi yang disifati hafidz.
Apalagi amat sangat dimungkinkan bahwa seorang perawi mempunyai jalan sanad yang banyak disebabkan banyak guru yang ia ambil haditsnya. Yang menguatkannya lagi bahwa jalur sanad A'masy menerima dari Habib terdapat pula dalam shahih Muslim hadits no. 1151.
Justru disinilah kita bisa mengetahui idhthirab itu terjadi manakala ada kegoncangan/ke-tidak pasti-an dalam sanad maupun matannya yang tidak dapat didudukkan posisinya. Kalau kita lihat riwayat Abdullah bin Sabu, terlihat kegoncangan sanadnya, yaitu :
- A'masy meriwayatkan dari siapa ? dari Salamah atau Salim ? terjadi perselisihan, dalam sanad wakie' disebutkan dari Salim, dalam riwayat Abu Bakar bin Ayyasy dari Salamah.
Telah memberitakan kepada kami Abu Bakar Asy Syiiruwiy dan telah menceritakan kepada kami Abu Mahaasin Abdurrazaq bin Muhammad darinya. Dan telah mengabarkan kepada kami Abu Qaasim Al Waasithiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al Khatib. Keduanya berkata telah mengabarkan kepada kami Al Qaadhiy Abu Bakar Al Hirriy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Abbaas Muhammad bin Ya’qub Al Ashaam yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Hasan Aliy bin Muhammad bin Habiibah Al Qurasyiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hasan bin Furaat Al ‘Iraar yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Umar dari Abaan bin Taghlib dari Salamah bin Kuhail dari Abdullah bin Sabu’ yang berkata Aliy bin Abi Thalib berkata [Tarikh Ibnu Asakir 42/541].
Riwayat ini dhaif sanadnya sampai Aban bin Taghlib karena diriwayatkan oleh para perawi majhul (Abu Hasan Ali bin Muhammad, Yahya bin Hasan, Muhammad bin Umar). Riwayat ini melalui Salamah, sehingga besar kemungkinannya Salamah benar telah meriwayatkan peritiwa tersebut.
TERAKHIR TENTANG ABDULLAH BIN SABU'
Dari ke-4 jalur tersebut terlihat terjadi idhthirab, perhatikan siapa yang menerima riwayat dari Ali (Salim atau Abdullah bin Sabu, masih goncang), perhatikan siapa yang menerima riwayat dari Abdullah bin Sabu (Salim atau Salamah, masih goncang), perhatikan dari siapa A'masy menerima hadits (dari Salim atau Salamah, masih goncang).
Posisi idhthirab ini apabila dapat didudukkan, maka hilanglah idhthirabnya. Dengan metode tarjih dapat kita saring, sanad mana yang shahih sampai kepada A'masy.
Jalur no. 1 sanadnya shahih sampai A'masy.
Jalur no. 2 sanadnya tidak shahih sampai A'masy, akibat ikhtilathnya Abu Bakar bin Ayyasy.
Jalur no. 3 sanadnya tidak shahih sampai kepada A'masy, akibat ikhtilathnya Yahya bin Yaman.
Jalur no. 4 sanadnya shahih sampai kepada A'masy.
Oleh karena jalur yang shahih sampai A'masy adalah jalur no. 1 dan no. 4, dan terlihatlah bahwa jalur no.1 Salamah tidak disebut oleh A'masy padahal A'masy adalah seorang mudallas, sehingga diketahui bahwa A'masy menggugurkan Salamah dalam jalur no. 1 ini, dapat diketahui bahwa A'masy tidak mendengar langsung dari Salim, akan tetapi melalui Salamah. Dari penjelasan ini kita ketahui bahwa jalur riwayat A'masy yang asli adalah jalur no. 4. Dengan demikian hilanglah idhthirabnya.
PEMBAHASAN TENTANG TADLIS
Di pembahasan yang lalu tadlis A'masy telah hilang akibat riwayat Bakr bin Bakkaar, yang pembahasan riwayatnya adalah sebagai berikut :
Riwayat di bawah ini dapat digunakan qarinah menghilangkan cacat tadlis dari A'masy, sekaligus menguatkan riwayat Abdullah bin Sabu' tersebut, karena jalur ini tidak melalui A'masy tetapi sama-sama melalui Salim.
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ مُحَمَّدِ
بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ حَكِيمٍ، قال: ثنا أَبِي، قال: ثنا بَكْرُ بْنُ بَكَّارٍ،
قال: ثنا حَمْزَةُ الزَّيَّاتُ، عَنْ حَكِيمِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ
أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَلِيٌّ،
Telah menceritakan kepada kami Ishaaq bin
Muhammad bin Ibrahiim bin Hakiim yang berkata telah menceritakan kepada kami
ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Bakr bin Bakkaar yang
berkata telah menceritakan kepada kami Hamzah Az Zayyaat dari Hakiim bin Jubair
dari Salim bin Abil Ja’d dari Aliy [Thabaqat Ibnu Sa’ad 3/29]
Riwayat Bakr bin Bakkaar ini lemah akan tetapi ringan kelemahannya
karena hanya bermasalah dalam hal ke-dhabit-an perawinya saja. Berikut penilaian para ulama atas perawi lemah
tersebut, yaitu karena lemahnya Bakr bin Bakkaar
dan Hakim bin Jubair.
Mengenai Bakr bin Bakkaar, Abu Ashim An Nabiil dan Asyhal serta Ibnu Hibban menyatakan ia tsiqat. Ibnu Abi Hatim berkata “dhaif al hadits, buruk hafalannya dan mengalami ikhtilath”. Ibnu Ma’in berkata “tidak ada apa-apanya”. Nasa’i terkadang berkata “tidak kuat” dan terkadang berkata “tidak tsiqat”. Abu Hatim berkata “tidak kuat”. Al Uqailiy, Ibnu Jaruud dan As Saajiy memasukkannya dalam Adh Dhu’afa [At Tahdzib juz 1 no 882]. Ibnu Hajar dalam Lisanul Mizan no. 1566 memberikan contoh bahwa Bakr bin Bakkaar pernah mencuri sanad.
Pembaca bisa lihat, bahwa Bakr bin Bakkaar seorang yang tsiqat, akan tetapi mempunyai kelemahan dalam hafalannya sehingga mengalami ikhthilat dan salah memasukkan sanad (diistilahkan Ibnu Hajar dengan mencuri hadits). Keadaan perawi semacam ini dapat menguatkan dan dikuatkan dengan sanad lain yang sebanding.
Mengenai Hakim bin Jubair, Ahmad berkata “dhaif al hadits mudhtharib”, Ibnu Ma’in berkata “tidak ada apa-apanya”, Yaqub bin Syaibah berkata “dhaif al hadits”. Abu Zur’ah berkata “shaduq insya Allah”. Abu Hatim berkata “dhaif al hadits mungkar al hadits”. Nasa’i berkata “tidak kuat”. Daruquthni berkata “matruk”. Abu Dawud berkata “tidak ada apa-apanya” [At Tahdzib juz 2 no 773]
Pembaca bisa lihat, pada dasarnya beliau adalah shaduq tapi kadang-kadang meriwayatkan hadits mungkar, sehingga kebanyakan para ulama meninggalkan periwayatan beliau (matruk), hal ini merupakan cacat dalam ke-dhabit-an, bukan dalam hal ke-'adalah-an.
Sudah maklum dalam ilmu mushthalah hadits, bahwa riwayat yang lemah dari segi ke-dhabit-an dengan riwayat mudallas dapat menjadi saling menguatkan. Riwayat Bakr bin Bakkaar dan riwayat A'masy ini dari segi status haditsnya dapat saling kuat menguatkan dan dari segi jalur sanadnya dapat memastikan bahwa Salim benar-benar meriwayatkan peristiwa tersebut.
Hal ini yang dilakukan Imam Asakir, ketika meriwayatkan hadits Bakr bin Bakkar ini beliau mengatakan :
Saalim tidak mendengarnya [hadis itu] dari ‘Aliy, sesungguhnya ia hanyalah meriwayatkannya [hadis itu] dari ‘Abdullah bin Sabu’.
Telah mengabarkan kepada kami Abu ‘Aliy Hasan bin Muzhaffar yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad. Dan telah mengabarkan kepada kami Abu Qaasim bin Hushain yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu ‘Aliy. Keduanya [Abu Muhammad dan Abu ‘Aliy] berkata telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Ja’far yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Wakii’ yang berkata telah menceritakan kepada kami Al A’masy dari Salim bin Abil Ja’d dari ‘Abdullah bin Sabu’ yang berkata aku mendengar Aliy…[Tarikh Ibnu Asakir 42/538]
Jadi Imam Ibnu Asaakir menjadikan riwayat A'masy ini sebagai penambal riwayat Bakr bin Bakkaar.
PEMBAHASAN TENTANG IDHTHIRAB DENGAN RIWAYAT TSA'LABAH
KETERANGAN SANAD-SANADNYA :
Khotbah Ali ra yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Sabu diatas juga disaksikan oleh Tsa’labah bin Yazid Al Himmany. Riwayat ini disebutkan dalam Musnad Al Bazzar no 871, Kasyf Al Astaar no 2572, Ad Dalaa’il Baihaqiy 6/439, dan Tarikh Ibnu Asakir 42/542 semuanya dengan jalan sanad dari Al A’masy dari Habib bin Abi Tsabit dari Tsa’labah bin Yaziid. Berikut riwayat Al Bazzar
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعِيدٍ
الْجَوْهَرِيُّ، وَمُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ الْجُنَيْدِ، قَالا: ثنا أَبُو
الْجَوَابِ، قَالَ: ثنا عَمَّارُ بْنُ رُزَيْقٍ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ حَبِيبِ
بْنِ أَبِي ثَابِتٍ، عَنْ ثَعْلَبَةَ بْنِ يَزِيدَ الْحِمَّانِيِّ، قَالَ: قَالَ
عَلِيٌّ: ” وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ وَبَرَأَ النَّسَمَةَ، لَتُخْضَبَنَّ
هَذِهِ مِنْ هَذِهِ لِلِحْيَتِهِ مِنْ رَأْسِهِ فَمَا يُحْبَسُ أَشْقَاهَا،
فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سُبَيْعٍ: وَاللَّهِ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ،
لَوْ أَنَّ رَجُلا فَعَلَ ذَلِكَ أَبَرْنَا عِتْرَتَهُ، قَالَ: قَالَ: أَنْشُدُكَ
بِاللَّهِ، أَنْ تَقْتُلَ بِي غَيْرَ قَاتِلِي، قَالُوا: يَا أَمِيرَ
الْمُؤْمِنِينَ، أَلا تَسْتَخْلِفُ عَلَيْنَا؟ قَالَ: لا، وَلَكِنِّي أَتْرُكُكُمْ
كَمَا تَرَكَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
فَمَاذَا تَقُولُ لِرَبِّكَ إِذَا أَتَيْتَهُ وَقَدْ تَرَكْتَنَا هَمَلا، قَالَ:
أَقُولُ لَهُمُ اسْتَخْلَفْتَنِي فِيهِمْ مَا بَدَا لَكَ ثُمَّ قَبَضْتَنِي
وَتَرَكْتُكَ فِيهِمْ
Telah menceritakan kepada kami Ibrahiim bin
Sa’iid Al Jawhariy dan Muhammad bin Ahmad bin Al Junaid yang keduanya berkata
telah menceritakan kepada kami Abul Jawaab yang berkata telah menceritakan
kepada kami ‘Ammaar bin Ruzaiq dari Al A’masy dari Habib bin Abi Tsabit dari
Tsa’labah bin Yazid Al Himmaniy yang berkata Aliy berkata “Demi Dzat yang
menumbuhkan biji-bijian dan menciptakan semua jiwa. Sungguh akan diwarnai darah
dari sini hingga sini, yaitu dari kepala hingga jenggot. dan tidak menungguku
selain kesengsaraan”. Lalu ‘Abdullah bin Subai’ berkata
“Demi Allah wahai Amiirul-mukminiin, seandainya ada seorang laki-laki
yang melakukan hal itu, sungguh akan kami binasakan keluarganya”. Aliy
berkata “Aku bersumpah kepada Allah bahwasannya engkau membunuh orang yang
tidak membunuhku”. Mereka berkata “Wahai Amiirul-mukminiin, tidakkah engkau
mengangkat khalifah pengganti untuk kami?”. ‘Aliy menjawab “Tidak. Akan tetapi aku
akan meninggalkan kalian sebagaimana Rasulullah [shallallaahu ‘alaihi wa
sallam] telah meninggalkan kalian”. ‘Abdullah bin Subai’ berkata “Lalu, apakah
yang akan engkau katakan kepada Rabbmu apabila engkau menemui-Nya dimana engkau
meninggalkan kami mengurus keadaan kami sendiri?”. Aliy menjawab “Aku berkata
Engkau telah mengangkat aku sebagai khalifah di tengah-tengah mereka sesuai
kehendak-Mu, kemudian engkau mematikanku dan aku tinggalkan Engkau di
tengah-tengah mereka [Musnad Al Bazzaar no 871]
Riwayat ini sanadnya dhaif karena ‘an anah Al A’masy dan Habib bin Abi Tsabit, keduanya dikenal sebagai mudallis. Ad Daruquthni memasukkan riwayat ini sebagai bagian dari idhthirab Al A’masy dan mengatakan tidak dhabit sanadnya [Al Ilal no 396]. Disebutkan oleh Adz Dzahabiy dalam Tarikh Al Islam 3/647 dan Ibnu Abdil Barr dalam Al Isti’ab 3/1125 yang mengutip riwayat Tsa’labah bin Yazid yaitu sampai lafaz “tidak ada yang menungguku selain kesengsaraan” tanpa menyebutkan lafaz Abdullah bin Sabu’ berkata.
Disini terdapat qarinah yang menunjukkan illat [cacat] bahwa Al A’masy menampuradukkan antara hadis Tsa’labah bin Yazid dan hadis Abdullah bin Sabu’. Maka riwayat Tsa’labah bin Yazid tidak bisa dijadikan syahid riwayat Abdullah bin Sabu’ karena keduanya berasal dari idhthirab Al A’masy.
PEMBAHASAN SANAD-SANADNYA
Menghukumi riwayat Tsa'labah terdapat idhthirab dalam matan dengan riwayat Abdullah bin Sabu, bisa diterima berdasarkan qarinah riwayat Imam Dzahabi dan Imam Ibnu Abdil Barr, kalimat tambahan perkataan Abdullah bin Sabu tersebut apakah memang terdapat dalam matan riwayat ataukah merupakan penggabungan dua riwayat yang berbeda yang dijadikan satu oleh A'masy.
Untuk menentukan mana yang benar dari dua kondisi riwayat A'masy diatas maka hendaklah dicermati dengan seksama matan hadits diatas, terdapat kalimat lalu 'Abdullah bin Subai berkata, dimana kalimat "lalu" adalah merupakan kelanjutan peristiwa sebelumnya yang diceritakan oleh Tsa'labah. Sehingga tidak benar bahwa riwayat tersebut merupakan penggabungan antara riwayat Abdullah bin sabu dengan riwayat Imam Dzahabi maupun Imam Ibnu Abdil Barr.
Adapun menghukumi riwayat Tsa'labah mengalami idhthirab dalam sanad dengan riwayat Abdullah bin Sabu merupakan kekeliruan yang nyata.
Sekarang dipersilahkan para pembaca melihat dua jalur yang tersisa :
- A'masy -> Salamah -> Salim -> Abdullah bin Sabu -> Ali ra.
- A'masy -> Habib -> Tsa'labah -> Ali ra.
Jalur ini tidak dapat dihukumi idhthirab, karena dapat didudukkan pada tempatnya masing-masing. A'masy adalah perawi yang dikenal sebagai perawi yang tsiqat lagi hafidz, yaitu perawi yang jujur dan hafalannya sangat bagus, sehingga tidak ada celah bagi beliau dituduh salah menyampaikan jalur sanad, tidak seperti perawi yang buruk hafalannya, perawi yang buruk hafalannya sangat dimungkinkan dia lupa atau salah menyampaikan jalur sanad akibat buruknya hafalannya, hal ini tidak terjadi pada perawi yang disifati hafidz.
Apalagi amat sangat dimungkinkan bahwa seorang perawi mempunyai jalan sanad yang banyak disebabkan banyak guru yang ia ambil haditsnya. Yang menguatkannya lagi bahwa jalur sanad A'masy menerima dari Habib terdapat pula dalam shahih Muslim hadits no. 1151.
Justru disinilah kita bisa mengetahui idhthirab itu terjadi manakala ada kegoncangan/ke-tidak pasti-an dalam sanad maupun matannya yang tidak dapat didudukkan posisinya. Kalau kita lihat riwayat Abdullah bin Sabu, terlihat kegoncangan sanadnya, yaitu :
- A'masy meriwayatkan dari siapa ? dari Salamah atau Salim ? terjadi perselisihan, dalam sanad wakie' disebutkan dari Salim, dalam riwayat Abu Bakar bin Ayyasy dari Salamah.
- Siapa yang meriwayatkan dari Abdullah bin Sabu
? Salim atau Salamah ? terjadi perselisihan, dalam riwayat Wakie' yang
meriwayatkan adalah Salim, dalam riwayat Abu Bakar bin Ayyasy yang menerima
adalah Salamah.
- Siapakah yang meriwayatkan dari Ali ra ? Salim
atau Abdullah bin Sabu ? terjadi perselisihan, dalam riwayat Wakie' adalah
Abdullah bin sabu dan dalam riwayat Yahya bin Yaman adalah Salim.
Tiga kegoncangan tersebut terdapat pada satu
jalur sanad Abdullah bin Sabu yang kesemuanya berpangkal pada A'masy, sehingga
riwayat dihukumi idhthirab.
Akan tetapi bila tidak terdapat perselisihan,
apalagi jalurnya adalah jalur yang berbeda, dan tidak ada qarinah bahwa telah
terjadi kegoncangan pada sanad maupun matannya, maka menghukumi idhthirab
semata-mata ada perawi yang meriwayatkan dari syaikh yang berbeda merupakan
suatu kekeliruan.
- Apakah pertanyaan A'masy meriwayatkan dari
siapa ? Salamah atau Habib ? merupakan hal yang diperselisihan ? jawabannya
tidak.
- Apakah pertanyaan Habib meriwayatkan dari siapa
? Salim atau Tsa'labah ? merupakan hal yang diperselisihkan ? jawabannya tidak.
- Apakah diperselisihkan siapakah yang diambil
riwayatnya oleh Tsa'labah ? Ali ra ataukah Abdullah bin Sabu ? jawabannya tidak.
A'masy dalam jalur Tsa'labah menerima riwayat
dari Habib tanpa perselisihan, demikian pula Habib menerima riwayat dari
Tsa'labah tanpa perselisihan, demikian pula Tsa'labah menerima riwayat dari Ali
juga tanpa perselisihan, sehingga sangatlah keliru apabila para pengingkar itu
menghukuminya dengan idhthirab/goncang sanadnya. Akan tetapi bila riwayat ini
dihukumi dhaif karena mudallisnya A'masy dan Habib, diterima.
Kesimpulan dari riwayat Tsa'labah ini, adalah :
tidak mengalami idhthirab, dapat menjadi syahid atas Abdullah bin sabu'.
Sedangkan status riwayat Tsa'labah ini adalah lemah akibat tadlis dari
A'masy dan Habib, akan tetapi riwayat ini dapat dijadikan sebagai
penguat, sebagaimana telah maklum bahwa riwayat mudallas sah dijadikan
sebagai syahid.
RIWAYAT TAMBAHAN PENGUAT
Sebagai tambahan, terdapat riwayat lain yang
diluar jalur A'masy yang walaupun lemah akibat adanya beberapa perawi majhul,
akan tetapi dapat menjadi pertimbangan bahwa Salamah benar meriwayatkan
peristiwa tersebut. Riwayatnya sebagai berikut : Dari Aban bin Taghlib dari
Salamah bin Kuhail dari Abdullah bin Sabu’ dalam Tarikh Ibnu Asakir 42/541
أَنْبَأناهُ أَبُو بَكْرٍ الشِّيرُوِيُّ،
وَحَدَّثَنَا أَبُو الْمَحَاسِنِ عَبْدُ الرَّزَّاقِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْهُ.ح
وَأَخْبَرَنَا أَبُو الْقَاسِمِ الْوَاسِطِيُّ، أنا أَبُو بَكْرٍ الْخَطِيبُ،
قَالا: أنا الْقَاضِي أَبُو بَكْرٍ الْحِيرِيُّ، نا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ
بْنُ يَعْقُوبَ الأَصَمُّ، نا أَبُو الْحَسَنِ عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ
حَبِيبَةَ الْقُرَشِيُّ، نا يَحْيَى بْنُ الْحَسَنِ بْنِ الْفُرَاتِ الْعِرَارُ،
نا مُحَمَّدُ بْنُ عُمَرَ، عَنْ أَبَانِ بْنِ تَغْلِبَ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ
كُهَيْلٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبْعٍ، قَالَ: قَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي
طَالِبٍ
Telah memberitakan kepada kami Abu Bakar Asy Syiiruwiy dan telah menceritakan kepada kami Abu Mahaasin Abdurrazaq bin Muhammad darinya. Dan telah mengabarkan kepada kami Abu Qaasim Al Waasithiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al Khatib. Keduanya berkata telah mengabarkan kepada kami Al Qaadhiy Abu Bakar Al Hirriy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Abbaas Muhammad bin Ya’qub Al Ashaam yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Hasan Aliy bin Muhammad bin Habiibah Al Qurasyiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hasan bin Furaat Al ‘Iraar yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Umar dari Abaan bin Taghlib dari Salamah bin Kuhail dari Abdullah bin Sabu’ yang berkata Aliy bin Abi Thalib berkata [Tarikh Ibnu Asakir 42/541].
Riwayat ini dhaif sanadnya sampai Aban bin Taghlib karena diriwayatkan oleh para perawi majhul (Abu Hasan Ali bin Muhammad, Yahya bin Hasan, Muhammad bin Umar). Riwayat ini melalui Salamah, sehingga besar kemungkinannya Salamah benar telah meriwayatkan peritiwa tersebut.
TERAKHIR TENTANG ABDULLAH BIN SABU'
- Abdullah bin Sabu disebutkan oleh Ibnu Hajar
sebagai seorang yang maqbul, artinya riwayatnya dhaif, sampai diketahui ada
mutaba'ahnya, riwayat Tsa'labah dan Amr bin Sufyan (yang akan dibahas kemudian)
menjadi mutaba'ah bagi Abdullah bin Sabu, sehingga riwayat Abdullah bin Sabu
dapat diterima menurut syarat Ibnu Hajar.
- Abdullah bin Sabu diambil riwayatnya oleh
Salim, dan di-jayyid-kan oleh Abu Bakar bin Ayyasy, yang berkonsekwensi
hilanglah majhul 'ain beliau.
- Syaikh Ahmad Syakir menilai tsiqat Abdullah bin
Sabu (lihat Musnad Ahmad no. 1078), dimana beliau memandang bahwa perawi yang
disebut dalam Ats Tsiqatnya Ibnu Hibban dan disebut biografinya oleh Bukhari
dan Abu Hatim tanpa menyebutkan jarh dan ta'dilnya, maka menurut beliau perawi
tersebut tsiqat. Dan ternyata disebutkan Ibnu Hibban dalam kitabnya Ats
Tsiqat juz 5 no 3646. Al Bukhari menyebutkan biografinya dalam Tarikh
Al Kabir juz 5 no 283 dan Ibnu Abi Hatim dalam Al Jarh Wat Ta’dil 5/68
no 322, keduanya tidak menyebutkan jarh dan ta’dil pada Abdullah bin Sabu’.
Kesimpulannya bahwa Abdullah bin Sabu seorang
yang terkenal, beliau termasuk pengikut dalam pasukan Ali ra, dikenal oleh
Tsa’labah bin Yazid dan diambil riwayatnya oleh Salim bin Abi Ja’d,
di-jayyid-kan oleh Abu Bakar bin Ayyasy dan ditsiqatkan oleh Ibnu Hibban, Al
Haitsami dan Syaikh Ahmad Syakir.
Terakhir, riwayat Abdullah bin Sabu ini
dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir dan menurut Syaikh Syua’ib Al Arnauth
berderajat hasan lighairihi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar