Sabtu, 05 Desember 2015

DIALOG 3 : NABI SAW TIDAK MENUNJUK PENGGANTINYA, TERMASUK ALI R.A.

Kedudukan Hadis “Imam Ali Pemimpin Bagi Setiap Mukmin Sepeninggal Nabi SAW”


Seconprince :
Diriwayatkan dengan berbagai jalan yang shahih dan hasan bahwa Rasulullah SAW bersabda kalau Imam Ali adalah Pemimpin bagi setiap mukmin sepeninggal Beliau SAW. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imran bin Hushain RA, Buraidah RA, Ibnu Abbas RA dan Wahab bin Hamzah RA.

Rasulullah SAW bersabda :

إن عليا مني وأنا منه وهو ولي كل مؤمن بعدي

Ali dari Ku dan Aku darinya dan Ia adalah Pemimpin bagi setiap mukmin sepeninggalKu.

Takhrij Hadis

Hadis di atas adalah lafaz riwayat Imran bin Hushain RA. Disebutkan dalam Musnad Abu Dawud Ath Thayalisi 1/111 no 829, Sunan Tirmidzi 5/296, Sunan An Nasa’i 5/132 no 8474, Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 7/504, Musnad Abu Ya’la 1/293 no 355, Shahih Ibnu Hibban 15/373 no 6929, Mu’jam Al Kabir Ath Thabrani 18/128, dan As Sunnah Ibnu Abi Ashim no 1187. Semuanya dengan jalan sanad yang berujung pada Ja’far bin Sulaiman dari Yazid Ar Risyk dari Mutharrif bin Abdullah bin Syikhkhir Al Harasy dari Imran bin Hushain RA.

Berikut sanad Abu Dawud :

حدثنا جعفر بن سليمان الضبعي ، حدثنا يزيد الرشك ، عن مطرف بن عبد الله بن الشخير ، عن عمران بن حصين

Telah menceritakan kepada kami Ja’far bin Sulaiman Ad Dhuba’iy  yang berkata telah menceritakan kepada kami Yazid Ar Risyk dari Mutharrif bin Abdullah bin Syikhkhir dari Imran bin Hushain-alhadis- [Musnad Abu Dawud Ath Thayalisi no 829].

Hadis Imran bin Hushain ini sanadnya shahih karena para perawinya tsiqat.


Tanggapan :
Ada dalam sanad tersebut perawi yg bernama Ja'far bin Sulaiman.

Beliau seorang yang benar, zahid tetapi mempunyai fahaman Syiah.

Ahmad berkata: Dia tidak mempunyai masalah.

Sulaiman bin Harb mengatakan: Hadithnya tidak boleh ditulis.

Di tempat lain Imam Ahmad menyebut: Dia mempunyai fahaman Syiah dan selalu menceritakan hadith tentang kelebihan Ali dan penduduk Basrah selalu bersikap melampau di dalam memuja Ali. Kata al-Dawri: Apabila disebutkan Muawiyah beliau akan memakinya tetapi apabila disebutkan tentang Ali, dia duduk sambil menangis [al-`Asqalani, Tahzib al-Tahzib 1/382].

Al-Ajli berkata: Kami berada di dalam majlis Yazid bin Zurai`, beliau berkata: Sesiapa menemui Ja`far bin Sulaiman al-Dhuba`i dan Abdul Warith al-Tanuri maka dia jangan mendekatiku. Al-Tanuri itu dinisbahkan kepada fahaman Muktazilah dan Ja`far dinisbahkan kepada Rafdh. [al-`Uqaili, al-Du`afa’ al-Kabir, 1/189].

Kesimpulannya :
Ja`far seorang syiah yang lemah.

Dalam ilmu hadits perawi bidah tsiqat bila meriwayatkan hadits yg berkenaan dg bidahnya tidak diterima.



Secondprince :
Ibnu Hajar menyatakan sanad hadis ini kuat dalam kitabnya Al Ishabah 4/569.

Syaikh Al Albani menyatakan hadis ini shahih [Zhilal Al Jannah Takhrij As Sunnah no 1187].

Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyatakan hadis ini sanadnya kuat [Shahih Ibnu Hibban no 6929].

Syaikh Husain Salim Asad menyatakan hadis ini para perawinya perawi shahih [Musnad Abu Ya’la no 355].


Tanggapan :
Yang beliau shahihkan adalah hadits-hadits yang tidak ada tambahan : engkau adalah pemimpin setelah aku.

Hadits diatas adalah termasuk hadits ghadir khum.

Adapun periwayatannya terbagi dlm lima macam makna :

1. Bagian pertama : riwayat Imam Muslim yang tidak ada tambahan “barangsiapa aku menjadi walinya maka Ali adalah walinya”.

2. Bagian kedua : tambahan dari riwayat selain Shohih Muslim yaitu dari riwayat Turmuzi, Ahmad, Nasai dan lain-lain yang memuat tambahan “barangsiapa aku menjadi walinya maka Ali adalah walinya”.

3. Bagian ketiga : tambahan lain dalam riwayat Turmuzi yang memuat tambahan lafaz : “Ya Allah cintailah siapa saja yang mencintainya (Ali), musuhilah siapa saja yang memusuhinya (Ali),

4. Bagian ke-empat : tambahan riwayat Thobroni dan lain-lain memuat tambahan lafaz :  tolonglah siapa yang menjadi penolongnya (Ali), tinggalkanlah siapa saja yang meninggalkannya, bimbinglah dia agar selalu mengikuti kebenaran”.

5. Bagian ke-lima : tambahan : "ia adalah pemimpin setelah ku"

Bagian pertama tercantum dalam kitab Shohih Muslim. Kita menerima semua hadits yang tercantum dalam kitab Shohih Muslim.

Bagian kedua yaitu tambahan “barangsiapa menjadikanku sebagai penolongnya dan teman dekatnya maka Ali adalah penolong dan teman dekatnya”  tambahan ini Shohih diriwayatkan oleh Tirmizi dan Imam Ahmad karena hadits Shohih  tidak hanya terdapat dalam sohih Bukhori dan Muslim saja. Tapi ada beberapa ulama yang mendho’ifkan tambahan ini seperti Ishaq Al-Harbi , Ibnu Taymiyah, Ibnu Hazm dan lain-lain.

Bagian ketiga : Tambahan “ Ya Allah tolonglah siapa saja yang menolong Ali dan musuhilah mereka yang memusuhinya ” para ulama berbeda pendapat, ada yang menshohihkannya dan ada yang sebaliknya, meangatakan hadits ini dho’if.

Bagian keempat : Tambahan terakhir “:  tolonglah siapa yang menjadi penolongnya (Ali), tinggalkanlah siapa saja yang meninggalkannya, bimbinglah dia agar selalu mengikuti kebenaran.” Tambahan ini adalah semata-mata kebohongan atas Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam alias tambahan palsu.

Bagian ke-lima adalah bagian yang sedang kita bahas...

Lihatlah pengkaburan seconprince atas penshahihan syaikh Albani terhadap hadits diatas, padahal yang dishahihkan beliau adalah empat bagian makna hadits, sedangkan bagian kelima beliau mengatakan :

“Adapun yang disebutkan oleh Syi’ah dalam hadits ini dengan tambahan lafazh yang lain, bahwasanya Nabi bersabda, “Sesungguhnya ia adalah khalifahku sepeninggalku nanti”, maka lafazh (tambahan) ini tidak shahih dari segala penjuru/sisi, bahkan padanya memiliki kebathilan yang banyak, yang menunjukkan kejadian/peristiwa tersebut di atas kedustaan.


Secondprince :
Selain riwayat Imran bin Hushain, hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Buraidah RA. Hadis Buraidah disebutkan dalam Musnad Ahmad 5/356 no 22908 [tahqiq Ahmad Syakir dan Hamzah Zain], Sunan Nasa’i 5/132 no 8475, Tarikh Ibnu Asakir 42/189 dengan jalan sanad yang berujung pada Ajlah Al Kindi dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya.


Tanggapan :
Tentang Ajlah al Kindi.

Yahya bin Sa’id al-Qattan menjarahnya dengan mengatakan ada sesuatu padanya serta dia tidak dapat membezakan antara al-Husin bin Ali dan Ali bin Hussain.

Ahmad bin Hanbal mengatakan dia meriwayatkan lebih dari satu hadits mungkar.

Abu Hatim mengatakan dia tidak kuat dan tidak boleh dipegang.

An-Nasaie mengatakan dia lemah dan mempunyai pandangan yang buruk.

Abu Daud dan Ibnu Sa’d mengatakan dia lemah.

Al-Aqili mengatakan dia meriwayatkan secara keliru dari al-Sha’abi.

Ibnu Hibban mengatakan dia tidak tahu apa yang diperkatakan, dia mengatakan Abu Zubair sedangkan sepatutnya Abu Sufyan.

Al-Saji mengatakan dia lemah tapi saduq.

Abu Qasim dan al-Balkhi melemahkan dia.

Kesimpulannya : Ajlah Al Kindi dijarh dengan jarh yang mufassar, shg haditsnya dhaif.


Seconprince :
Selain Imran bin Hushain dan Buraidah, hadis ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dengan sanad yang shahih. Riwayat Ibnu Abbas disebutkan dalam Musnad Abu Dawud Ath Thayalisi 1/360 no 2752, Tarikh Ibnu Asakir 42/199, dan Tarikh Ibnu Asakir 42/201, Musnad Ahmad 1/330 no 3062, Al Mustadrak 3/143 no 4652, As Sunnah Ibnu Abi Ashim no 1188, dan Mu’jam Al Kabir 12/77.

Berikut sanad riwayat Abu Dawud :

Telah menceritakan kepada kami Abu Awanah dari Abi Balj dari Amru bin Maimun dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda [Musnad Abu Dawud Ath Thayalisi no 2752].


Tanggapan :
Terdapat perawi yg bernama Abu Balj Yahya bin Sulaim.

Ibnu Hibban dalam kitabnya Al Majruhin menyatakan bahwa Abu Balj sering melakukan kesalahan yang membuatnya layak untuk ditinggalkan sehingga tidak bisa dijadikan hujjah jika ia menyendiri dalam meriwayatkan hadis [Al Majruhin juz 3 no 1197].

Ibnu Adiy berkata : Aku mendengar Ibnu Hammaad mengatakan Bukhari berkata “Yahya bin Abi Sulaim Abu Balj mendengar dari Muhammad bin Haathib dan ‘Amru bin Maimun “Fiihi nazhar” [Al Kamil Ibnu Adiy 7/229].

Kesimpulan : Abu Balj adalah perawi yang dhaif.


Seconprince :
Hadis dengan jalan yang terakhir adalah riwayat Wahab bin Hamzah. Diriwayatkan dalam Mu’jam Al Kabir Ath Thabrani 22/135, Tarikh Ibnu Asakir 42/199 dan Al Bidayah Wan Nihayah 7/381.

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Amru Al Bazzar dan Ahmad bin Zuhair Al Tusturi yang keduanya berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Utsman bin Karamah yang berkata telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Musa yang berkata telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Shuhaib dari Dukain dari Wahab bin Hamzah yang berkata [Mu’jam Al Kabir 22/135]


Tanggapan :
Dukain adalah perawi yang majhul, sehingga riwayatnya dhaif.


Secondprince :
Jika kita mengumpulkan semua hadis tersebut maka didapatkan
Hadis Imran bin Hushain adalah hadis shahih [riwayat Ja’far bin Sulaiman]
Hadis Buraidah adalah hadis hasan [riwayatAjlah Al Kindi]
Hadis Ibnu Abbas adalah hadis      shahih [riwayat Abu Balj]
Hadis Wahab bin Hamzah adalah hadis hasan [riwayat Dukain]
Tentu saja dengan mengumpulkan sanad-sanad hadis ini maka tidak diragukan lagi kalau hadis ini adalah hadis yang shahih.

Dan dengan fakta ini ada baiknya kita melihat apa yang dikatakan Ibnu Taimiyyah tentang hadis ini, ia berkata

” أنت ولي كل مؤمن بعدي ” فهذا موضوع باتفاق أهل المعرفة بالحديث

“kamu adalah pemimpin bagi setiap mukmin sepeninggalKu” ini adalah maudhu’ (palsu) menurut kesepakatan ahli hadis [Minhaj As Sunnah 5/35].

قوله : هو ولي كل مؤمن بعدي كذب على رسول الله صلى الله عليه وسلم

Perkataannya ; “Ia pemimpin setiap mukmin sepeninggalku” adalah dusta atas Rasulullah SAW [Minhaj As Sunnah 7/278]

Cukuplah kiranya pembaca melihat dengan jelas siapa yang sebenarnya sedang berdusta atau sedang mendustakan hadis shahih hanya karena hadis tersebut dijadikan hujjah oleh orang syiah. Penyakit seperti ini yang dari dulu kami sebut sebagai “Syiahpobhia”.


Tanggapan :
Seperti kita lihat bersama, bahwa hadits tsb shahih tanpa lafaz tambahan.

Adapun hadits yang ada tambahan lafaz terdapat perselisihan.

Adapun keadaan hadits yang kita bahas kedudukannya sbb :

Hadits ghadir khum yg disepakati shahihnya hanya pada lafaz : man kuntu maulahu fa 'ali maulahu, tanpa ada tambahan.

Setiap ada tambahan yang menyelisihi riwayat yang disepakati, maka riwayat tersebut termasuk riwayat yang mungkar.

Penambahan lafaz min ba'di, tidak terdapat pada jumhur perawi maupun matan hadits.

Bahkan ia menyelisi pemahaman mayoritas shahabat yang mendengar hadits ghadir khum tsb.

Telah ijmak para shahabat untuk memilih Abu Bakar sebagai pemimpin setelah meninggalnya Nabi saw, bukannya Ali bin Abi Thalib, hal ini merupakan sebesar-besar qarinah mungkarnya lafaz tambahan min ba'di tsb.


Seconprince :
Setelah membicarakan hadis ini ada baiknya kami membicarakan secara singkat mengenai matan hadis tersebut. Salafy nashibi biasanya akan berkelit dan berdalih kalau hadis tersebut tidak menggunakan lafaz khalifah tetapi lafaz waliy dan ini bermakna bukan sebagai pemimpin atau khalifah. Kami tidak perlu berkomentar banyak mengenai dalih ini, cukuplah kiranya kami bawakan dalil shahih kalau kata Waliy sering digunakan untuk menunjukkan kepemimpinan atau khalifah.

Diriwayatkan oleh Ibnu Katsir [dan beliau menshahihkannya] dalam Al Bidayah wan Nihayah bahwa ketika Abu Bakar dipilih sebagai khalifah, ia berkhutbah :

قال أما بعد أيها الناس فأني قد وليت عليكم ولست بخيركم

Ia berkata “Amma ba’du, wahai manusia sekalian sesungguhnya aku telah dipilih menjadi pimpinan atas kalian dan bukanlah aku yang terbaik diantara kalian. [Al Bidayah wan Nihayah 5/269].

Diriwayatkan pula oleh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad Ahmad bin Hanbal bahwa Jabir bin Abdullah RA menyebutkan kepemimpinan Umar dengan kata Waliy.

ثنا بهز قال وثنا عفان قالا ثنا همام ثنا قتادة عن عن أبي نضرة قال قلت لجابر بن عبد الله ان بن الزبير رضي الله عنه ينهى عن المتعة وان بن عباس يأمر بها قال فقال لي على يدي جرى الحديث تمتعنا مع رسول الله صلى الله عليه و سلم قال عفان ومع أبي بكر فلما ولي عمر رضي الله عنه خطب الناس فقال ان القرآن هو القرآن وان رسول الله صلى الله عليه و سلم هو الرسول وأنهما كانتا متعتان على عهد رسول الله صلى الله عليه و سلم إحداهما متعة الحج والأخرى متعة النساء

Telah menceritakan kepada kami Bahz dan telah menceritakan kepada kami Affan , keduanya [Bahz dan Affan] berkata telah menceritakan kepada kami Hamam yang berkata telah menceritakan kepada kami Qatadah dari Abi Nadhrah  yang berkata “aku berkata kepada Jabir bin Abdullah RA ‘sesungguhnya Ibnu Zubair telah melarang mut’ah dan Ibnu Abbas memerintahkannya’. Abu Nadhrah berkata ‘Jabir kemudian berkata kepadaku ‘kami pernah bermut’ah bersama Rasulullah’. [Affan berkata] “ dan bersama Abu Bakar. Ketika Umar menjadi pemimpin orang-orang, dia berkata ‘sesungguhnya Al Qur’an adalah Al Qur’an dan Rasulullah SAW adalah Rasul dan sesungguhnya ada dua mut’ah pada masa Rasulullah SAW, salah satunya adalah mut’ah haji dan yang satunya adalah mut’ah wanita’. [Musnad Ahmad 1/52 no 369 dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Syaikh Ahmad Syakir].

Kedua riwayat di atas dengan jelas menunjukkan bahwa kata Waliy digunakan untuk menyatakan kepemimpinan para Khalifah seperti Abu Bakar dan Umar. Oleh karena itu tidak diragukan lagi bahwa hadis di atas bermakna Imam Ali adalah Pemimpin bagi setiap mukmin sepeninggal Nabi SAW.


Tanggapan :
Memang benar pengertian wali bisa bermakna pemimpin maupun yang dicintai, tinggal melihat qarinah mana yang lebih mendekati makna sebenarnya.

Mari kita lihat....

Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah menuliskan :

"Diantara seperlima harta rampasan yang disebutkan, terdapat banyak kain yang cukup dipakai oleh seluruh pasukan, tetapi Ali ra telah memutuskan bahwa itu harus diserahkan kepada Rasulullah dulu dengan tanpa disentuh.

Setelah kemenangan di Yaman, Ali ra menempatkan wakil komandan pasukannya untuk bertanggung jawab atas pasukan yang ditempatkan di Yaman, sementara dia sendiri pergi menuju Mekah untuk menjumpai Rasulullah shalallahu alaihi wassalam untuk melaksanakan ibadah Haji.

Saat Ali tidak ada, akan tetapi, orang yang dia tinggalkan untuk bertanggung jawab atas pasukannya di bujuk untuk meminjamkan kepada masing-masing orang sebuah pakaian ganti dari kain tersebut. Penrgantian pakaian sangat diperlukan bagi mereka yang telah meninggalkan rumah hampir selama tiga bulan.

Pasukan yang ditempatkan di Yaman kemudian berangkat menuju Mekah untuk melaksanakan haji bersama Rasulullah shalallahu alaihi wassalam.

Ketika mereka berada tidak jauh dari kota (Mekah), Ali ra keluar menemui mereka dan terkejut melihat perubahan yang terjadi (sehubungan dengan pakaian yang mereka kenakan).

“Saya memberi mereka pakaian” berkata wakil komandan pasukan, “yang penampilan mereka mungkin lebih layak ketika mereka berbaur dengan orang-orang. Mereka semua tahu bahwa setiap orang di Mekah saat itu sedang mengenakan baju terbaik mereka untuk menghormati hari besar (ibadah haji), dan mereka ingin sekali memperlihatkan penampilan mereka yang terbaik, tetapi Ali ra merasa tidak dapat tenang dengan membebaskannya dan dia memerintahkan mereka untuk memakai kembali pakaian lama mereka dan mengembalikan yang baru ke tempat barang rampasan. Kekecewaan/kekesalan yang besar dirasakan oleh seluruh pasukan atas keputusan itu, dan ketika Nabi shalallahu alaihi wassalam mendengar hal itu, beliau bersabda : “wahai manusia, jangan mencela/menyalahkan Ali, dia terlalu cermat di jalan Allah untuk disalahkan.” Tetapi kata-kata ini tidak cukup, atau mungkin mereka mendengarnya hanya sedikit, dan kekesalan diantara mereka tetap masih berlanjut.

Pada saat kembali ke Madinah salah seorang dari pasukan komplain dengan keras mengenai Ali ra kepada Nabi shalallahu alaihi wassalam yang langsung berubah wajahnya. “Apakah saya tidak lebih dekat dengan kaum mukminin dibandingkan diri mereka sendiri?” beliau berkata; dan ketika orang tersebut membenarkannya, beliau menambahkan : “Barangsiapa yang menganggap saya mawla-nya, maka Ali adalah mawla-nya.” Berikutnya dalam perjalanan ketika mereka berhenti di Ghadir Khum, beliau mengumpulkan semua orang bersama-sama, dan mengambil tangan Ali, beliau mengulang kata-kata ini (“Barangsiapa yang menganggap saya mawla-nya, maka Ali adalah mawla-nya.”), dimana beliau menambahkan dengan do’a : “Ya Allah, jadikan teman, orang-orang yang menjadi temannya, dan jadikan musuh orang-orang yang memusuhinya”. Dan keluhan-keluhan terhadap Ali ra pun berhenti."

Lihatlah......

Ternyata hadits ghadir khum merupakan pembelaan Nabi saw kepada Ali ra, atas kebencian pasukan dibawah kepemimpinan Ali ra ketika di yaman.

Ini menunjukkan bahwa makna maula atau wali dalam hadits ghadir khum adalah kecintaan, bukan kepemimpinan.

Wallohu a'lam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar